Baca Dulu Sejarah Vaksin Sambil Menunggu Vaksin Covid-19
Tags: Vaksin Covid-19, Sejarah Vaksin, Turki, Lady Montagu.
Vaksin Covid-19
Pandemi di Indonesia sudah genap satu tahun. Terhitung 1 Maret 2020, sejak ‘pasien satu’ diumumkan dan berlakunya protokol kesehatan hingga sekarang. Masalah demi masalah kita hadapi untuk bertahan di masa pandemi ini. Sesekali terbersit pikiran dalam benak kita, bagaimana pandemi ini bisa berakhir dan kita semua bisa kembali ke kehidupan normal.
Vaksin menjadi salah satu keniscayaan sebagai jalan keluar dari masa sulit pandemi. Pemerintah RI sudah memborong jutaan dosis vaksin dari luar negeri baik Sinovac, Pfizer, Moderna, Sinopharm dan AstraZeneca. Vaksin buatan dalam negeri pun akan segera diluncurkan. Beberapa orang penting mulai pemerintah, agamawan, tenaga kesehatan, influencer dan kini sebagian masyarakat Indonesia sudah menjalani vaksinasi. Tinggal menunggu seluruh masyarakat Indonesia dapat diberi vaksin dengan tahapan dan waktu pelaksanaan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Vaksinasi Covid-19 menjadi isu kontroversial yang mengundang pro-kontra. Tentunya vaksin-vaksin yang akan diedarkan adalah vaksin yang sudah diuji melalui tahapan-tahapan secara teliti. Namun tetap saja ada beberapa tokoh dan mungkin beberapa masyarakat yang mengkritisi, menolak dan memperlihatkan ketidaksetujuannya terhadap langkah yang sudah dipilih oleh pemerintah. Entah itu karena mereka melihat pada unsur ketergesa-gesaan, uji klinis, hukum halal, teori konspirasi atau atas alasan lain baik yang masuk akal dan yang tidak sama sekali.
Namun bila kita tilik kembali ke dalam sejarah vaksinasi 300 tahun silam, terdapat penolakan di Inggris terhadap vaksinasi yang dibawa dari Turki untuk pertama kali. Orang Anatoli Turki-Ottoman sudah mengetahui metode vaksinasi. Mereka menyebut vaksinasi sebagai Ashi, atau menanamkan, dan mereka mewarisinya dari suku-suku tertua Turki dulu.
Sejarah Vaksin Yang Perlu Anda Ketahui
Vaksinasi merupakan proses di mana seseorang diberikan sebuah dosis organisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau in-aktif. Hal ini memicu sistem immun tubuh untuk memproduksi antibodi untuk melawan penyakit tertentu. Sekarang, pengembangan vaksin baru memerlukan waktu hingga 8 sampai 12 tahun (kecuali covid hanya butuh 1 tahun), dan beberapa vaksin baru harus diuji secara teliti sebelum bisa diedarkan secara aman.
Orang Turki menemukan bahwa jika mereka menyuntik anak mereka dengan cacar sapi (cowpox) yang diambil dari payudara sapi, maka mereka menghentikan cacar untuk berkembang. Vaksinasi semacam ini dan beberapa bentuk lain diperkenalkan ke Inggris pertama kali oleh Lady Montagu, seorang penulis surat ternama Inggris dan istri dari duta Inggris di Istanbul antara 1716 dan 1718. Ia datang tepat metode vaksinasi Turki dan menjadi sangat tertarik dengan suntik cacar setelah mengizinkan anaknya disuntik cacar oleh ahli bedah kedutaan besar, Charles Maitland.
Ketika di Istanbul, Lady Montegu mengirim beberapa surat ke Inggris di mana ia menjelaskan proses vaksinasi secara detail. Pada saat kepulangannya ke Inggris, ia melanjutkan untuk menyebarkan vaksinasi tradisi Turki dan banyak relasinya yang disuntik. Ia menghadapi perlawanan sengit dalam memperkenalkan vaksinasi, bukan hanya dari otoritas gereja namun juga dari fisikawan. Berkat kegigihannya dalam mengkampanyekan vaksin, vaksin Turki bisa menyebar secara luas dan mencapai kesuksesan besar.
“Lebih dari 200 tahun, vaksin sudah membuat kontribusi tak tertandingi untuk kesehatan publik… menyadari daftar penyakit pembunuh yang pernah meneror dan kini di bawah kontrol, termasuk polio, campak, difteri, pertusis, rubella, gondok, tetanus, dan Haemophylus influenza type b (Hib), orang mungkin mengira vaksinasi telah mencapai status keajaiban”
Richard Gallagher – Editor website dan majalah international ‘The Scientist’
Pengembangan Vaksin
Terobosan datang ketika adanya penjelasan saintifik atas proses vaksinansi yang diajukan kepada Royal Society pada 1724 oleh Dr. Emmanuel Timoni, yang mana menjadi keluarga fisikawan Montagus di Istanbul. Yang selanjutnya dikembangkan oleh Cassem Aga, Duta Tripoli, yang memberikan akun penyuntikan langsung dan catatan keamanannya di Tripoli, Tunisia, dan Aljazair yang mana memberi jaminan berharga tentang catatan keamanan yang panjang dari praktik tersebut di negara-negara Muslim, untuk itu ia dipilih menjadi anggota Royal Society pada tahun 1729. Penyuntikan kemudian diadopsi kedua negara Inggris dan Prancis, hampir setengah abad sebelum Edward Jenner, orang yang dihubungkan dengan penemuan ini.
Pada tahun 1796, baru lah vaksinasi ini dipercayai, Edward Jenner ‘mendengar’ bahwa cacar sapi bisa memberikan imunitas kepada cacar ketika melihat kasus James Phipps seorang anak laki-laki berumur 8 tahun. Ia terifeksi cacar sapi dari luka potong di tangan milik seorang wanita pemerah susu, bernama Sarah Nelmes.
Pada 1967, Turki memperingati Hari Peringatan ke-250 dari vaksinasi cacar pertama. Terdapat pula stempel yang menggambarkan seorang anak kecil yang sedang disuntik cacar dengan latar belakang sebuah kubah islami dan latar depan dua pisau ahli bedah.
Demikian sejarah vaksin dunia. Setelah membacanya sambil menunggu giliran kita mendapatkan vaksin, hasil yang baik tentunya yang kita harapkan. Semoga dengan vaksin, kita semua bisa terbebas dari virus corona dan menjalani kehidupan normal.