Sejarah Hukum Minuman Keras dalam Syariat Islam, Dari Halal sampai Haram

Sejarah Hukum Minuman Keras dalam Syariat Islam, Dari Halal sampai Haram

sejarah minuman keras dalam syariat Islam. Bertahap dan tidak langsung haram

Ketika membahas sejarah hukum minuman keras dalam syariat Islam, maka mata kita akan dibuat terbuka untuk melihat kebijaksanaan dan hikmah yang terkandung dalam syariat Islam untuk menyempurnakan agama dan untuk kebaikan umat manusia.

Minuman keras (khamr) menjadi lifestyle bukan hanya ditemukan di beberapa masyarakat modern saat ini, namun sudah ada sejak dulu. Minuman keras dengan berbagai jenisnya sudah dikenal di seluruh penjuru dunia. Termasuk masyarakat Arab jahiliyah menjadikannya sebagai adat kebiasaan.

minuman keras alcoholic beverages

Adat kebiasaan yang mengakar pada masyarakat tidak mudah untuk dirubah begitu saja semudah membalikkan tangan. Begitu juga adat-adat kebiasaan masyarakat Arab jahiliyah yang sudah berlangsung sekian ratusan tahun, khususnya khamr (minuman keras).

Tatkala Nabi Muhammad membawa agama Islam pada masyarakat Arab waktu itu, minuman keras atau khamr sudah menjadi adat kebiasaan yang lumrah bagi mereka. Sehingga sejarah hukum minuman keras dalam syariat Islam melewati beberapa tahap, sebelum pada akhirnya ia diharamkan.

Mengingat objek hukum yang akan dilarang adalah hal yang sangat-sangat sensitif serta fundamental dalam segi ekonomi dan kultur masyarakat pada saat itu, maka syariat tidak langsung meng-haram-kannya.

Justru syariat Islam mempunyai penawaran dengan memberikan perhatian, lalu memunculkan kesadaran pada masyarakat agar menjadi nilai baru dan akhirnya menjadi sebuah hukum yang jelas. Inilah yang disebut dengan at-Tadrij fi at-Tasyri’ atau Tahapan dalam pen-syariat-an (Pen-syariat-an bertahap) yang menjadi salah satu Asas Syariat Islam.

4 Tahap Hukum Minuman Keras

Ada 4 Tahapan sebelum akhirnya minuman keras itu haram, 4 tahap tersebut antara lain:

1. Tahap ketika masyarakat Arab masih meminum khamr, termasuk umat Muslim.

Sebagai kebiasaan, masyarakat Muslim dan non-Muslim mengkonsumsi khamr (minuman keras) dari anggur dan kurma. Hal ini menjadi perhatian dalam al-Quran sehingga turunlah ayat:

An-Nahl 16:67

وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًا ؕ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ

Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat darinya minuman yang memabukkan dan rizki yang bagus. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda bagi kaum yang berakal.

Sampai turunnya ayat ini, Muslimin pada waktu itu masih halal untuk meminum khamr karena tidak ada larangan eksplisit di dalamnya.

Namun, ayat ini secara informatif menunjukkan perhatian pada ‘sakaran‘ (minuman keras dari anggur dan kurma) sebagai suatu hal yang perlu disebutkan dan dibedakan dengan ‘rizqan hasanan‘ (rejeki yang bagus).

Hal ini mendorong para sahabat untuk berpikir mengenai hal ini. Pada akhirnya mereka menanyakan hal tersebut kepada Nabi.

2. Tahap kesadaran akan dampak positif dan negatif khamr.

Kemudian Para Sahabat seperti Umar, Mu’adz dan sekelompok sahabat lain (termasuk juga Sayyidina Hamzah ibn Abd al-Muththallib dan sebagian sahabat Ansar) bertanya pada Rasul, “Wahai Rasulullah! Berilah fatwa kepada kami di dalam khamr dan judi. Sesungguhnya keduanya menghilangkan akal dan harta.

Maka di dalam kedua masalah tadi turunlah ayat:

Al-Baqarah 2:219

ؕ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ؕ  قُلْ فِيْهِمَاۤ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ ۫  وَاِثْمُهُمَاۤ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا


Mereka (para sahabat) menanyaimu mengenai khamr dan judi. Katakanlah (Hai Muhammad)! Di dalam keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, sedangkan dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya ... “

Masih belum ada larangan eksplisit dalam ayat ini, namun secara gamblang ayat ini mengajak Muslimin untuk menyadari bahwa walaupun khamr dan judi memiliki manfaat, namun dosa dan dampak negatifnya lebih besar daripada manfaatnya.

Meskipun katakanlah khamr bisa menghangatkan badan ketika musim dingin, atau pun menambah keberanian saat berperang namun dampak negatif yang bisa muncul seperti masalah kesehatan, kehilangan kontrol emosi, fisik, dan ucapan yang bisa menimbulkan kerugian  baik diri sendiri maupun orang lain harusnya jika dipikir dengan akal sehat, maka menghindari bahaya harus lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.

Tidak ada perbuatan 100% buruk dan dosa, maka dari itu halal dan haram yang kita temui dalam syariat Islam adalah tentang lebih dominan mana antara unsur kebaikan atau unsur keburukannya.

Setelah turunnya ayat ini, sekelompok sahabat masih ada yang meminum khamr, dan sebagian lain meninggalkannya.

3. Tahap larangan di waktu tertentu (sholat).

Diceritakan bahwa Abd ar-Rahman ibn ‘Auf mengajak orang-orang dari sahabat untuk minum-minum dan mabuk. Setelah itu, masuklah waktu sholat sehingga salah satu dari mereka maju sebagai imam sholat.

ilustrasi sahabat sholat

Namun dalam sholat tersebut, dengan keadaan yang masih mabuk Sang Imam membaca surat al-Kafirun menjadi:

ۙ قُلْ يٰۤاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَ ۙ  اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ

(Katakanlah! Hai orang-orang kafir, aku menyembah apa yang kalian sembah)

yang seharusnya

ۙ قُلْ يٰۤاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَ ۙ لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ

(Katakanlah! Hai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kalian sembah)

Huruf ‘laa‘ yang berarti ‘tidak’ terbuang!

Maka turunlah ayat:

An-Nisa’ 4:43

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰي حَتّٰي تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati sholat sedangkan kalian mabuk sehingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan ...”

Semenjak kejadian serta turunnya ayat ini, semakin sedikit pula jumlah orang-orang yang meminum arak dari kalangan sahabat.

4. Tahap terakhir yakni haram.

Kemudian sekelompok dari sahabat Anshor termasuk di dalamnya Sa’ad ibn Abi Waqosh, tatkala mereka sedang mabuk bersama, akhirnya mereka menyombongkan diri masing-masing sembari menyenandungkan syiir-syiir, hingga Sa’ad menyenandungkan syiir yang di dalamnya terdapat kalimat ejekan terhadap sahabat Anshor. Maka sahabat Anshor pun memukul Sa’ad dengan alat untuk menguliti unta.

Kemudian Sa’ad melaporkan kejadian yang dialaminya terhadap Nabi, dalam momen itu Umar berdoa:

أَللّٰهُمَّ بَيِّنْ لَنَا فِيْ الْخَمْرِ بَيَانًا  شَافِيًا

Ya Allah, mohon perjelaslah bagi kami tentang khamr dengan kejelasan yang pasti

Maka turunlah ayat:
Al-Ma’idah 5:90

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ


Wahai orang-orang yang beriman! Sesunguhnya minuman keras, berjudi, (menyembelih kurban untuk) berhala, dan mengundi nasib itu hanyalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan, maka hindarilah ia, agar kalian beruntung.”

Ditambah dengan ayat berikutnya yakni Al-Ma’idah 5:91

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Syaithan hanya menginginkan untuk menimbulkan di antara kalian permusuhan dan pertengkaran dengan minuman keras dan judi itu, serta ingin menghalangi kalian dari dzikir Allah dan dari sholat. Lalu apakah kalian ingin berhenti?

Umar pun berkata, “Intahayna Ya Rabbi (Kami berhenti, Ya Rabb)”.

Inilah final dari hukum minuman keras. Sehingga seluruh sahabat meninggalkannya bukan hanya karena legitimasi hukum Syar’iy yang mengatakan minuman keras itu haram, namun juga kesadaran moral untuk menjadi pribadi, masyarakat dan hamba yang lebih baik.

Terakhir

Jika Pembaca berkenan untuk merenungkan ayat-ayat tersebut, maka pembaca akan menemukan bahwasanya dari ke empat ayat yang sudah disebutkan di atas tidak ada yang berlawanan satu sama lain, dan tidak ada satu ayat di atas yang me-naskh ayat lain (menghapus hukum ayat lain).

Sehingga ayat-ayat ini tidak termasuk dalam ayat an-Nasikh wa al-Mansukh. Dalam artian, ayat terakhir tidak membatalkan hukum pada ayat yang pertama.

Ayat pertama tidak menyebutkan bahwa khamr itu halal atau pun haram, ayat ini memilih diam dari hukum dan hanya menunjukkan sisi perbedaan dari segi baik dan buruk.

Adapun ayat kedua, semakin menguatkan ayat pertama dengan menitikberatkan pada sisi negatif minuman keras yang lebih besar dibanding sisi positifnya.

Halalnya minum khamr saat itu bukan karena adanya ayat yang menghalalkannya, namun karena belum ada larangan yang melarangnya.

Lalu ayat ketiga, mengharamkan minum khamr ketika hendak sholat itu pun masih tetap berlaku karena sejatinya keharaman tersebut akan diperluas lagi.

Dan sebagai final yakni ayat terakhir (al-Maidah: 90) yang menjatuhkan hukum haram tersebut dengan lafad eksplisit ‘fajtanibuhu..’ dalam momentum yang tepat.

Dari sini kita melihat bahwa Islam menyembuhkan penyakit akut sosial dengan tahapan-tahapan bijaksana dan penuh hikmah, ia merestorasi keburukan adat menjadi nilai positif dan merehabilitasi adiksi yang destruktif dengan menumbuhkan kesadaran moral.

Demikian Sejarah Hukum Minuman Keras dalam Syariat Islam, Dari Halal Sampai Haram.

Penulis: MudhofarEx-Penjual Es Cendol

Sebagai referensi:
Tafsir al-Munir
Tarikh at-Tasyri’ al-Islamiy

Tinggalkan Komentar