Hadits Tentang Etos Kerja

Hadits Tentang Etos Kerja

Berikut ini adalah hadits tentang etos kerja. Namun sebelum kita membahas langsung tentang haditsnya perlu kita memahami dulu apa itu etos kerja.

Etos Kerja dalam Islam

Ajaran Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras, dan bahwa ajaran Islam memuat spirit dan dorongan pada tumbuhnya budaya dan etos kerja yang tinggi. Kalau pada tataran praktis, umat Islam seolah-olah beretos kerja rendah, maka bukan sistem teologi yang harus dirombak, melainkan harus diupayakan bagaimana cara dan metode untuk memberikan pengertian dan pemahaman yang benar mengenai watak dan karakter esensial dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Etos kerja dalam Islam terkait erat dengan nilai-nilai (values) yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah tentang “kerja” yang dijadikan sumber inspirasi dan motivasi oleh setiap Muslim untuk melakukan aktivitas kerja di berbagai bidang kehidupan. Cara mereka memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-Quran dan al-Sunnah tentang dorongan untuk bekerja itulah yang membentuk etos kerja Islam.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam satu golongan secara khusus.[1] Menurut Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan moral dan nilai-nilai moral tertentu.[2]

Pengertian kamus bagi perkataan “etos” menyebutkan bahwa ia berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter. Secara lengkapnya, pengertian etos ialah karakteristik dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan, dan seterusnya, yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Dari kata “etos” terambil pula kata “etika” dan “etis” yang merujuk kepada makna “akhlaq” atau bersifat “akhlaqi”, yaitu kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok, termasuk suatu bangsa.[3] Juga dikatakan bahwa “etos” berarti jiwa khas suatu kelompok manusia,[4] yang dari jiwa khas itu berkembang pandangan bangsa tersebut tentang yang baik dan yang buruk, yakni, etikanya.

Hadits tentang Etos Kerja

حدثنا إبراهيم بن موسى أخبرنا عيسى بن يونس عن ثور عن خالد بن معدان عن المقدام رضي الله عنه عن النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال : (( ما أكل أحد طعاما قطّ خيرا من أن يأكل من عمل يده , وإنّ نبيّ الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده ))

Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami ‘Isa bin Yunus dari Tsaur dari Khalid bin Ma’dan dari Al Miqdam radliallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud AS memakan makanan dari hasil usahanya sendiri”.[5]

            حدثنا محمّد حدثنا عبد الله بن يزيد حدثنا سعيد قال : حدثني أبو الأسود عن عروة قال : قالت عائشة رضي الله عنها : (( كان أصحاب رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عمّال أنفسهم , فكان يكون لهم أرواح , فقيل لهم : لو اغتسلتم )). رواه همّام عن هشام عن أبيه عن عائشة.

Artinya: “Telah menceritakan kepada saya Muhammad telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Sa’id berkata, telah menceritakan kepada saya Abu Al Aswad dari ‘Urwah berkata,, ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata: “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah para pekerja yang pada suatu hari mereka hadir ke masjid dalam keadaan lusuh dan kotor sehingga dikatakan kepada mereka seandainya kalian mandi lebih dahulu”. Hammam meriwayatkan dari Hisyam dari bapaknya dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha.[6]

Penjelasan Hadits

Adapun indikasi-indikasi orang atau sekelompok masyarakat yang beretos kerja tinggi, menurut Gunnar Myrdal dalam bukunya ‘Asian Drama’, ada tiga belas sikap yang menandai hal itu: 1. Efisien; 2. Rajin; 3. Teratur; 4. Disiplin atau tepat waktu; 5. Hemat; 6. Jujur dan teliti; 7. Rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan; 8. Bersedia menerima perubahan; 9. Gesit dalam memanfaatkan kesempatan; 10. Energik; 11. Ketulusan dan percaya diri; 12. Mampu bekerja sama; dan, 13. mempunyai visi yang jauh ke depan.[7]

Kesan bahwa etos kerja terkait dengan tingkat perkembangan ekonomi tertentu, juga merupakan hasil pengamatan terhadap masyarakat-masyarakat tertentu yang etos kerjanya menjadi baik setelah mencapai kemajuan ekonomi tertentu, seperti umumnya negara-negara Industri Baru di Asia Timur, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Kenyataan bahwa Singapura, misalnya, menunjukkan peningkatan etos kerja warga negaranya setelah mencapai tingkat perkembangan ekonomi yang cukup tinggi. Peningkatan etos kerja di sana kemudian mendorong laju perkembangan yang lebih cepat lagi sehingga negara kota itu menjadi seperti sekarang.[8]

Membicarakan etos kerja dalam Islam, berarti menggunakan dasar pemikiran bahwa Islam, sebagai suatu sistem keimanan, tentunya mempunyai pandangan tertentu yang positif terhadap masalah etos kerja.[9] Adanya etos kerja yang kuat memerlukan kesadaran pada orang bersangkutan tentang kaitan suatu kerja dengan pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh, yang pandangan hidup itu memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya. Dengan kata lain, se-seorang agaknya akan sulit melakukan suatu pekerjaan dengan tekun jika pekerjaan itu tidak bermakna baginya, dan tidak bersangkutan dengan tujuan hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun tidak langsung.

Menurut Nurcholish Madjid, etos kerja dalam Islam adalah hasil suatu kepercayaan seorang Muslim, bahwa kerja mempunyai kaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu memperoleh perkenan Allah Swt. Berkaitan dengan ini, penting untuk ditegaskan bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja (praxis). Inti ajarannya ialah bahwa hamba mendekati dan berusaha memperoleh ridha Allah melalui kerja atau amal saleh, dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya.[10]

Toto Tasmara, dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim, menyatakan bahwa “bekerja” bagi seorang Muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh asset, fikir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khaira ummah), atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.[11]

Dari rumusan di atas, Toto mendefinisikan etos kerja dalam Islam (bagi kaum Muslim) adalah: “Cara pandang yang diyakini seorang Muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.”[12]

Demikian Hadits Tentang Etos Kerja. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam sejelas-jelasnya memberikan inspirasi dan motivasi kepada umat Islam agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang terbaik, dan ini tentunya dengan tidak mengabaikan landasan etis atau prinsip-prinsip dasar dan umum yang ada di dalam ajaran Islam.


Referensi:

[1] Y. S. Amran Chaniago, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 187.

[2] Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 10.

[3] Webster’s New World Dictionary of the American Language, 1980 (revisi baru), s.v. “ethos”, “ethical” dan “ethics”.

[4] John M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, 1977 (terbitan Gramedia), s. v. “ethos”.

[5] Muhammad al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, (Beirut: Daru Ibnu Katsir, 2002), cet. I, Hal. 499

[6] Ibid

[7] Gunnard Myrdal, An Approach to the Asian Drama, (New York: Vintage Books, 1970), hlm. 62.

[8] Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 215.

[9] Ismail Al-Faruqi, Al-Tawhid: Its Implication for Thought and Life (Herndon, Virginia: IIIT, 1995), hlm. 75-6.

[10] Nurcholish Madjid, op.cit., hlm. 216.

[11] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1995), hlm. 27.

[12]  Ibid. hlm. 28.

Tinggalkan Komentar