Hadits tentang suap atau risywah

Hadits tentang suap atau risywah

Berikut ini adalah hadits tentang suap atau juga disebut dengan istilah risywah. Namun sebelum kita membahas hadits tentang suap perlu kita ketahui dulu apa itu pengertian suap atau risywah.

Apa itu Suap?

Suap (risywah) adalah menerima atau memakan harta orang lain dengan cara bathil. Termasuk suap yakni uang yang diberikan kepada penguasa atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan hukum yang menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannya menurut kemauannya, atau supaya didahulukannya urusannya atau ditunda karena ada sesuatu kepentingan dan seterusnya.

Islam mengharamkan seorang islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya ini diharamkan menerima uang suap tersebut.

Dan kepada pihak ketiga diperingatkan jangan sampai mau menjadi perantara antara pihak penerima dan pemberi.

وعن ثوبان قال: لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم الراشي والمرتشي والرائش (رواه أحمد والحاكم)

Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara.[1]

Firman Allah S. Al-Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٨

Artinya: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”[2]

Hadits Tentang Suap

حدثنا أحمد بن يونس , حدثنا ابن أبى ذئب , عن الحرث ابن عبد الرحمن , عن أبى سلمة , عن عبد الله ابن عمرو , قال : لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم على الراشي والمرتشي

Artinya: “Ahmad ibn Yunus menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Dzi’b menceritakan kepada kami, dari al-Harts ibn Abd ar-Rahman, dari Abi Salamah, dari Abdillah ibn Amr. Ia berkata: ‘Rasulullah Shollallahu alaihi wa sallama melaknat atas orang yang memberi suap dan orang yang menerima suap’.”[3]

Rasulullah saw pernah mengutus Abdullah bin Rawahah ke tempat orang Yahudi untuk menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarnya, kemudian mereka menyodorkan sejumlah uang. Maka kata Abdullah kepada orang Yahudi itu. “Suap yang kamu sodorkan kepadaku itu adalah haram. Oleh karena itu kami tidak akan menerimanya.” (Riwayat Malik).

Apabila penerima suap itu menerimanya justru untuk suatu tindakan kezaliman, maka berat sekali dosanya. Dan kalau bertujuan untuk mencari keadilan, maka sudah seharusnya uang imbalan itu tidak diterimanya.

Tidak heran kalau Islam mengharamkan suap dan memperkerasnya terhadap siapa saja yang terlibat dalam penyuapan ini. Sebab meluasnya penyuapan di masyarakat, akan mengakibatkan pada meluasnya kerusakan dan kezaliman, misalnya: menetapkan hukum dengan jalan tidak benar, kebenaran tidak mendapat jaminan hukum, mendahulukan orang yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan orang yang seharusnya didahulukan serta akan meluasnya jiwa vested interest di dalam masyarakat yang tidak berjiwa demi melaksanakan kewajiban.[4]

Penjelasan hadits

Yang dimaksud suap dari hadist di atas adalah suatu pemberian yang bernilai material atau suatu yang dijanjikan kepada seseorang dengan maksud mempengaruhi keputusan pihak penerima agar menguntungkan pihak pemberi secara melawan hukum. Jika tidak ada tendensi itu maka pemberian itu disebut hadiah.

Dalam Islam suap dinilai sebagai perbuatan yang mempertukarkan Allah dengan sesuatu yang disebut materi. Hal ini karena tindakan suap merupakan manifestasi kedudukan seseorang pada wujud materiil selain tuhan yang diangkat seolah senilai dengan tuhan.

Salah satu bentuk kezhaliman yang dilakukan manusia adalah suap menyuap. Upaya tersebut biasa dilakukan seseorang dengan sesamanya dalam upaya memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Suap menyuap merupakan perbuatan yang dikutuk Allah karena dengan pelaku perbuatan tersebut telah menghalalkan seusatu yang bathil atau membatalkan yang hak.

Ada beberapa istilah yang dipakai orang untuk mengemas “suap” di antaranya, yaitu “uang pelicin”, “uang lelah” dan “uang administrasi”. Biasanya jumlah uang suap bervariasi tergantung dari perjanjian pihak yang bersepakat. Budaya suap di Indonesia saat ini sudah menjadi virus sosial yang sangat berat dan telah menjalar mulai dari akar rumput sampai tingkat tertinggi tak terkecuali penguasa. Para penguasa menggunakan suap untuk menunjuk para pemilih agar mau memilih mereka menjadi pemimpin yang biasa terjadi saat menjelang pemilihan baik pemilihan umum, pilkada, sampai pilkades yang disebut “serangan fajar”. Suap menyuap juga dilakukan para mafia peradilan mulai dari hakim pengacara, dan jaksa serta polisi. Demikian suap menyuap juga terjadi dalam penyaringan tenaga pegawai calon-calon pegawai negeri sipil dan kepala sekolah serta jabatan-jabatan lainnya.[5]

Bahaya Suap

Suap, sogokan, pelicin, gratifikasi, risywah atau apa pun sebutannya merupakan tindakan korupsi yang dilarang oleh agama dan negara. Tentu saja suap memiliki dampak negatif yang luar biasa antara lain:

  • Rusaknya penegakan hukum dan layanan masyarakat

Apabila uang dan kekuasaan yang bicara dalam segala hal penegakan hukum, seperti pengurusan SIM sampai sidang kasus tilang, dsb, maka kita tak bisa berharap untuk bisa mendapat keadilan di mata hukum atau mendapat layanan masyarakat yang baik.

  • Terbengkalainya pembangunan fisik

Jalan raya yang rusak dan bangunan sekolah yang reyot merupakan contoh dampak korupsi di mana dana yang seharusnya cair justru dinikmati oleh koruptor yang tidak bertanggung jawab.

  • Prestasi menjadi tidak berarti

Seharusnya prestasi dan kompetensi adalah alasan bagi seseorang bisa menduduki suatu jabatan tertentu, bukan uang atau kekuasaan. Jika jabatan-jabatan penting sudah diduduki oleh orang-orang yang tak berkompeten, maka banyak pihak yang akan dirugikan.

  • Demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya

Jika suap terjadi, ambil contoh ketika pemilihan wakil daerah, maka demokrasi sudah tidak akan berjalan karena rakyat memilih wakil daerahnya bukan dari hati nurani melainkan karena uang. Lebih-lebih jika wakil daerah terpilih lebih mengutamakan kepentingan “orang-orang berduit”, niscaya rakyat tidak percaya akan adanya demokrasi.

  • Hancurnya ekonomi

Bisa terjadi jika dalam membangun usaha, pabrik atau semacamnya harus melakukan suap ke pihak bersangkutan. Mereka yang bermodal kecil akan kalah dengan mereka yang bermodal besar dan dekat dengan penguasa.[6]


Referensi

[1] Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, H. Mu’ammal Hamidy (penerj), (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), hal. 456.

[2] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Alwaah, t.th), hal. 46.

[3] Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud, Juz. 3, (Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, t.th), hal. 300.

[4] Muhammad Yusuf Qardhawi, op. cit, hal. 457

[5] Oneng Nurul Bariyah, Materi Hadits Tentang Islam, Hukum, Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan, (Jakarta, Kalam Mulia, 2007), hal. 132.

[6] Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahami Dulu Baru Lawan, (t.tp: KPK, t.th), hal. 5-6.

2 pemikiran pada “Hadits tentang suap atau risywah”

Tinggalkan Komentar