Nabi Muhammad SAW Sebagai Seorang Pemimpin Yang Dicintai Rakyatnya
Silahkan Anda mengaggap Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin, baik pemimpin formal kah, non formal kah, pemimpin agama, pemimpin masyarakat atau negar terserah apa saja. Namun yang jelas Anda akan sulit membayangkan betapa besarnya kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap rakyatnya. Beliau tidak segan-segan untuk bercanda dengan rakyatnya di pasar, memberi perhatian kepada rakyatnya, dan tidak pernah berlaku layaknya boss/bossy. Justeru Nabi Muhammad SAW menunjukkan sisi leadership-nya dengan humble, tenang, sederhana, dan penuh kasih sayang.
Nabi Muhammad pemimpin yang humble dan humoris
Zahir sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seseorang memeluknya kuat-kuat dari belakang. Tentu saja, Zahir terkejut dan berusaha melepaskan diri. “Lepaskan aku! Siapa ini!”, teriaknya.
Orang yang memeluknya itu tidak melepaskan pelukannya dan justru berteriak: “Siapa yang mau membeli budakku ini?!”.
Begitu mendengar suaranya, Zahir pun sadar siapa orang yang mengejutkannya itu. Ia pun malah merapatkan punggungnya ke dada orang yang memeluknya, kemudian sebelum ia mencium tangannya.
Lalu, katanya riang, “Lihatlah, ya Rasulallah, ternyata saya tidak laku dijual”.
“Tidak Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi,” sahut lelaki yang berpura-pura menjual budaknya yang ternyata Rassulullah tersebut.
Zahir ibn Haram dari suku Asyja’ adalah satu dari sekian banyak orang dusun yang sering datang berkunjung ke Madinah, sowan menghadap Kanjeng Nabi.
Tentang Zahir ini Nabi Muhammad SAW pernah bersabda di hadapan para sahabat-sahabatnya, “Zahir adalah orang dusun kita dan kita adalah orang-orang kota dia.”
Sangat sulit sekali membayangkan Nabi Muhammad SAW begitu grapyak-nya, dan tidak gengsi untuk bercanda di tengah pasar bersama rakyat kecil. Seperti kisah tadi yang baru kami sampaikan (berdasarkan kitab Hadits dan Asadul Ghobah-nya Ibn al-Atsir) di atas.
Namun memang begitulah sosok Nabi Muhammad SAW, seorang pemimpin, uswatun khasanah kita. Dari cerita tadi bisa kita bayangkan betapa bahagianya Zahir Ibn Haram. Seorang pria dusun, rakyat jelata, mendapatkan perlakuan istimewa dari pemimpinnya.
Bagaimana jika posisinya Anda adalah seorang santri dan mendapatkan perlakuan demikian akrab dari kyai Anda?
Atau Anda seorang anggota partai dan mendapatkan perlakuan serupa dari pemimpin partai Anda?
Atau seandainya Anda seorang rakyat biasa dan mendapatkan perlakuan demikian oleh bupati, gubernur atau bahkan presiden Anda?
Anda mungkin akan sangat bahagia sekali. Dan Anda semakin bangga dan makin mencintai pemimpin Anda tersebut.
Dan pertanyaan terbalik, jika Anda adalah seorang Kyai, boss, pimpinan partai, ketua dari sebuah entitas organisasi, atau presiden. Sampaikah hati Anda bercanda dengan santri Anda, bawahan Anda, anggota Anda, rakyat jelata Anda sebagaimana dilakukan oleh panutan agung Anda, Rasulullah SAW?
Boleh jadi, kesulitan utama yang dialami pemimpin pada umumnya ialah mempertahankan kemanusiannya dan pandangannya terhadap manusia yang lain. Biasanya, karena selalu dihormati sebagai pemimpin, orang pun menganggap ataukah dirinya tidak lagi sebagai manusia biasa, atau orang lain sebagai tidak begitu manusia.
Perhatian seorang pemimpin Rasulullah SAW
Kharqaa’, perempuan berkulit hitam itu entah dari mana asalnya. Orang hanya tahu bahwa ia seorang perempuan tua yang sehari-hari menyapu masjid dan membersihkan sampah. Seperti ghalib-nya tukang sapu, tak banyak orang yang memperhatikannya.
Sampai suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW tiba-tiba bertanya kepada seorang sahabatnya, “Aku kok sudah lama tidak melihat Kharqaa’, kemana gerangan perempuan itu?”.
Seperti kaget beberapa sahabat menjawab, “Lho, Kharqaa’ sudah sebulan yang lalu meninggal, ya Rasulallah”.
Boleh jadi para shahabat menganggap kematian Kharqaa’ tidak begitu hingga perlu memberitahukannya kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi ternyata, Nabi Muhammad SAW dengan nada menyesali, bersabda, “Mengapa kalian tidak memberitahukannya kepadaku? Tunjukkan aku di mana ia dikuburkan”.
Orang-orang pun menunjukkan kuburnya dan sang pemimpin agung pun berdoa di atas kubur perempuan tukang sapu tersebut (Hadits Shahih).
Itulah uswatun khasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Urusan-urusan besar tidak mampu membuatnya kehilangan perhatian terhadap rakyatnya, tukang sapu masjid sekali pun.
Si Abdi Dalem Rasul, Anas Ibn Malik
Anas ibn Malik yang sejak kecil mengabdikan diri sebagai pelayan Rasulullah SAW bercerita, “Lebih sembilan tahun, aku sudah menjadi pelayan Rasulullah SAW, dan selama itu, bila aku melakukan sesuatu, tidak pernah beliau bersabda, ‘Mengapa kau lakukan itu?’. Tidak pernah Beliau mencelaku.”
“Pernah ketika aku masih kanak-kanak, diutus oleh Rasulullah SAW untuk suatu urusan. Meski dalam hati aku berniat pergi melaksanakn perintah beliau, tapi aku berkata ‘Aku tidak akan pergi’. Aku keluar rumah hinggaa melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba, Rasulullah SAW memegang tengkukku dari belakang dan bersabda sambil tertawa, ‘Hai Anas kecil, kau akan pergi melaksanakan perintahku?’. Aku pun buru-buru menjawab, ‘Ya, ya, ya, Rasulullah, saya pergi’.”
Nabi Muhammad SAW Anda anggap pemimpin apa saja, pemimpin formal kah, non formal, pemimpin agama, pemimpin negara, pemimpin masyarakat, dapatkah Anda membayangkan kasih sayang yang begitu besar terhadap abdi kecilnya? Tapi, pasti Anda dapat mudah membayangkan betapa besarnya kecintaan dan hormat si abdi kepada ‘majikan’nya itu.
Apakah sudah cukup cerita tentang Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin teladan yang luar biasa itu? Semoga Allah melimpahkan rahmat dan salam-Nya kepada beliau, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan kita semua umat beliau ini. Aamiin.