Ada beberapa penyataan yang menjadi keresahan bagi beberapa orang termasuk beberapa muslimah. Di antaranya yaitu seperti pernyataan, “Di surga pria memiliki banyak bidadari, tetapi wanita tidak”. Atau “Seumur hidup wanita harus melayani suami, mengorbankan fisik dan mental demi suami, selalu mengalah dan tidak menyakiti suami, tetapi pada akhirnya diberi surga di mana akan kekal bersama suami yang memiliki istri banyak”. Pernyataan semacam tadi ini membuat beberapa orang resah ketika memikirkan surga.
Akhirnya, muncul pertanyaan yang sering kali dihembuskan seperti, “Kalau laki-laki dapat bidadari, maka wanita dapat apa di surga?”. Tulisan ini mencoba menawarkan jawaban atas kerisauan tersebut secara objektif dengan kajian-kajian dan riset yang objektif agar supaya kerisauan dan keresahan tersebut bisa dihilangkan.
Langkah pertama untuk memahami masalah ini
Langkah pertama yang perlu kita ketahui adalah pengertian dan asal muasal kata bidadari. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bidadari adalah putri atau dewi dari kayangan dan kata “bidadari” juga bisa menjadi kata kiasan untuk perempuan yang elok.[1] Kata bidadari sendiri adalah serapan dari bahasa Sansekerta yakni विद्याधरी (vidyādharī) yang bisa berarti peri atau perempuan dari golongan makhluk supranatural kelas atas.[2]
Begitu juga kata surga dan neraka yang berasal dari bahasa Sansekerta. Surga berasal dari bahasa Sansekerta suar (cahaya) dan ga (jalan). Jadi, svarga (स्वर्ग) bisa diartikan sebagai perjalanan menjadi cahaya.[3] Dan neraka asalnya adalah naraka (नरक) yang bisa diartikan sebagai tempat penyiksaan.[4]
Istilah tersebut erat kaitannya dengan agama-agama yang berkembang di India terutama Hindu dan Buddha. Kini, umat Islam di Indonesia meminjam istilah-istilah tersebut untuk menggambarkan istilah-istilah yang ada pada al-Qur’an seperti jannah, nar dan hurun ‘in untuk mempermudah orang-orang terdahulu yang dulunya menganut Hindu atau Buddha untuk bisa memahami konsep akhirat dalam Islam tanpa merubah istilah yang sudah ada. Dan kita sebagai muslim modern mewarisi kebiasaan penggunaan bahasa tersebut.
Masalah-masalah yang muncul (Lost in translation) dari istilah-istilah yang sudah digunakan
Beberapa istilah-istilah Sansekerta mampu terserap dan ter-install dengan baik dalam menjelaskan konsep akhirat dalam agama Islam maupun agama yang lain. Namun, masalah muncul salah satunya yaitu ketika umat muslim Indonesia bertemu dengan istilah hurun ‘in yang diterjemahkan bebas menjadi bidadari.
Kita semua tahu penggunaan istilah ‘bidadari’ adalah simplifikasi untuk meringankan penerapan bahasa untuk menggambarkan makhluk-makhluk cantik dan rupawan sebagai balasan untuk orang-orang mu’min di surga. Namun jika penggunaannya memberikan pengertian bahwa hanya laki-laki saja yang ‘dilayani’ di surga maka ini menjadi masalah besar. Islam disalahartikan menjadi agama yang diskriminatif kepada para wanita dan tentunya ini tidak benar. Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil maka sifat diskriminatif sangat jauh dari DzatNya.
Kembali pada al-Quran
Ada tiga istilah yang digunakan dalam al-Quran untuk menjelaskan pelayan-pelayan yang melayani para mu’minin di surga, yaitu:
1. Wildan
- Al-Waqiah: 17
يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَٰنٌ مُّخَلَّدُونَ
Terjemahnya: Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda
- Al-Insan: 19
وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَٰنٌ مُّخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَّنثُورًا
Terjemahnya: Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.
2. Ghilman
- Ath-Thur: 24
وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ غِلْمَانٌ لَّهُمْ كَأَنَّهُمْ لُؤْلُؤٌ مَّكْنُونٌ
Terjemahnya: Dan berkeliling di sekitar mereka pelayan-pelayan muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.
3. Hurun ‘In
- Ad-Dukhan: 54
كَذَٰلِكَ وَزَوَّجْنَٰهُم بِحُورٍ عِينٍ
Terjemahnya: Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.
- Ath-Thur: 20
مُتَّكِـِٕيْنَ عَلٰى سُرُرٍ مَّصْفُوْفَةٍۚ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍ
Terjemahnya: Mereka bertelekan di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami menganugerahkan kepada mereka pasangan, yaitu bidadari yang bermata indah.
- Al-Waqiah: 22-23
وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ ٢٢ كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ ٢٣
Terjemahnya: Ada bidadari yang bermata indah, laksana mutiara yang tersimpan dengan baik
Redaksi lain tentang “hurun ‘in” dalam al-Quran
- Hurun
- Ar-Rahman: 72
حُورٌ مَّقْصُورَٰتٌ فِى ٱلْخِيَامِ
Terjemahnya: (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam tenda-tenda.
- Azwaajun Muthahharah
- Al-Baqarah: 25
وَلَهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ
Terjemahnya: dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang disucikan
- An-Nisa’: 57
لَّهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا
Terjemahnya: mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.
- Qashirat ath-tharfi
- Ash-Shaffat: 48
وَعِندَهُمْ قَٰصِرَٰتُ ٱلطَّرْفِ عِينٌ
Terjemahnya: Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya,
- Ar-Rahman: 56
فِيهِنَّ قَٰصِرَٰتُ ٱلطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَآنٌّ
Terjemahnya: Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
- Shad: 52
وَعِندَهُمْ قَٰصِرَٰتُ ٱلطَّرْفِ أَتْرَابٌ
Terjemahnya: Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.
- Khairatun Hisan
- Ar-Rahman: 70
فِيهِنَّ خَيْرَٰتٌ حِسَانٌ
Terjemahnya: Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.
- Kawa’ib
- An-Naba’: 33
وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا
Terjemahnya: dan gadis-gadis berpayudara montok yang sebaya
Penjelasan Wildan, Ghilman dan Hurun ‘In
Wildan adalah bentuk jamak dari walid yang artinya adalah anak-anak. Wildan adalah anak-anak yang diciptakan di surga sebagaimana hurun ‘in dan tidak berasal dari anak-anak di dunia. Mereka disebut anak-anak karena diciptakan dalam bentuk anak-anak. Inilah pendapat yang shahih.[5] Sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Waqiah, mereka berkeliling melayani ahli surga dengan membawa gelas-gelas dan cerek-cerek serta buah-buahan dan daging yang lezat.
Ghilman adalah bentuk jama’ dari ghulam yang berarti pemuda pelayan surga. “Lahum” dalam ath-Thur: 24 memberitahukan bahwa para ahli surga memiliki mereka sehingga mereka bisa memberikan perintah, larangan maupun meminta pelayanan kepada ghilman. Atau juga bisa memberi pengertian lain bahwa ghilman melakukan segala bentuk pelayanan murni untuk kemaslahatan majikannya tanpa menuntut benefit dan mencari muka dari majikan (berbeda dengan pelayan dunia). Ghilman dalam hal ini memiliki keistimewaan yang bisa jadi melebihi derajat awlaad (wildan).[6]
Hurun ‘In yang kita pahami sebagai ‘bidadari’ berasal dari dua kata yakni Hurun dan ‘In. Secara bahasa, “hur” bisa diartikan sebagai wanita-wanita dengan mata yang bagian hitamnya sangat hitam pekat dan bagian putihnya sangat putih jernih sedangkan “‘in” bisa diartikan sebagai wanita-wanita dengan mata yang besar dan lebar.[7] Keduanya adalah bentuk jama’ dari haura’ (حَوْرَاءُ) dan ‘ayna’ (عَيْنَاءُ).
Ketiga jenis pelayan surga di atas disatukan dalam satu sifat yakni mereka diumpamakan sebagai mutiara yang terjaga (lu’lu’ al-maknun) yang mengisyaratkan ketampanan, kecantikan dan keelokan yang mereka miliki secara fisik, pakaian hingga karakternya. Dengan adannya wildan maupun ghilman, maka di surga bukan hanya ada bidadari saja namun juga ada bidadara, bahkan bidadara-bidadari kecil yang diabadikan dan tidak akan menua.
Sifat Karakter, Tabiat Lelaki dan Wanita
Keadilan ada pada sisi Allah dan mustahil bagiNya untuk tidak berbuat adil bahkan di akhirat. Adanya pelayan-pelayan surga yang rupawan seperti wildan, ghilman maupun hurun ‘in merupakan balasan bagi tiap-tiap ahli surga baik laki-laki maupun wanita.
Surga dipenuhi dengan berbagai nikmat, rizki dan sumber dayanya. Kemudian, pertanyaannya adalah apakah laki-laki dan wanita mempunyai cara yang sama dalam menikmati sumber daya surga yang berlimpah itu.
Jika kita mau merenungkan tabiat dan kecenderungan laki-laki dan wanita pastinya berbeda. Begitu pula karakter dari masing-masing individu pun berbeda.
Allah swt berfirman pada S. Ali Imran: 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالۡبَـنِيۡنَ وَالۡقَنَاطِيۡرِ الۡمُقَنۡطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالۡفِضَّةِ وَالۡخَـيۡلِ الۡمُسَوَّمَةِ وَالۡاَنۡعَامِ وَالۡحَـرۡثِؕ ذٰ لِكَ مَتَاعُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ۚ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ
Terjemahnya: Dijadikan tampak indah dalam pandangan manusia cinta terhadap nafsu, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.
Secara umum, kecenderungan untuk mencintai lawan jenis, anak-anak, harta yang melimpah, kendaraan, ternak dan kebun sudah menjadi watak bagi manusia. Penyebutan “an-nisa’” pada kali pertama mengisyaratkan bahwa syahwat kepada wanita lebih besar dibanding yang lainnya.
Jika bisa memilih antara istana mewah penuh dengan pakaian indah dan perhiasan atau sebuah tenda dengan tujuh wanita cantik yang siap melayani kapan pun, maka mungkin bagi laki-laki akan memilih sebuah tenda dengan tujuh wanita cantik tersebut.
Sedangkan wanita akan memilih istana besar dengan segala kemewahanya dibanding sebuah tenda yang berisi tujuh lelaki tampan. Sudah menjadi watak perempuan, perempuan itu menyukai perhiasan dan hal-hal yang indah karena dia sendiri perhiasan sehingga ia juga menyukai perhiasan. Adapun seksualitas bagi perempuan, mereka jadikan nomor sekian.
Bisa Anda tanyakan kepada mereka yang sudah bersuami-istri, siapakah pihak yang lebih sering meminta berhubungan intim, maka kebanyakan jawabannya adalah suami karena syahwat seksualitas lebih dinomorsatukan oleh lelaki. Meski tidak menutup kemungkinan adanya anomali-anomali yang membuat jawabannya menjadi berbeda.
Itulah juga yang barangkali menjadi alasan mengapa wildan dan ghilman lebih sedikit disebut dibandingkan hurun ‘in dengan berbagai derivasi ilustrasi yang bermacam-macam dari berpayudara bulat dan kencang (kawaib) hingga kemampuan mereka untuk dikawini (wa zawwajnahum). Al-Quran sudah mempromosikan surga secara tepat sasaran dan materinya.
Dalam hal ini, semua pertanyaan sudah terjawab dari mulai persoalan bidadari dan bidadara dan bagaimana cara lelaki dan wanita menikmati kenikmatan. Kesimpulannya adalah tidak akan ada perasaan resah, nggrundel dan tidak puas bagi ahli surga ketika harus kembali sowan kepada Allah swt.
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ٢٧
ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ ٢٨
Terjemahnya: Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. (QS. Al-Fajr: 27-28)
Semoga jiwa kita semua dipanggil oleh Allah dengan keadaan ridla dan diridlai. Aamiin.
Wallahu ‘alam.
[1] https://id.m.wiktionary.org/wiki/bidadari
[2] https://www.wisdomlib.org/definition/vidyadhari
[3] https://www.wisdomlib.org/definition/svarga
[4] https://www.wisdomlib.org/definition/naraka
[5] Hasyiyat ash-Shawiy ala Tafsir al-Jalalayn Juz 4, hal. 209
[6] Tafsir al-Fakhr ar-Razy, Juz 28, hal. 254
[7] Tafsir Jalalayn, Juz 2, hal. 205
Your blog has quickly become my go-to source for reliable information and thought-provoking commentary. I’m constantly recommending it to friends and colleagues. Keep up the excellent work!