Pengantar Ilmu Tafsir (Definisi Al-Quran, Surah dan Ayat)

Pengantar Ilmu Tafsir

Di dalam pengantar ilmu tafsir ini akan dibahas mengenai definisi al-Quran, surat, ayat, al-mafdlul dan al-fadlil, serta hukum-hukum mengenai al-Qur’an terkait terjemah, tafsir dan takwil. Penjelasan di bawah tidak termasuk di dalam bab atau macam-macam cabang pada ilmu tafsir melainkan bersifat sebagai pengantar atau muqadimah saja.

BACA JUGA: Definisi Ilmu Tafsir

Pendahuluan Mengenai Definisi dan Hukum yang Berhubungan dengan Ilmu Tafsir

Sebelum jauh kita membahas macam-macam cabang dan bab-bab yang ada pada Ilmu Tafsir perlu kita ketahui dahulu apa itu yang dimaksud dengan al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah objek utama dalam kajian Ilmu Tafsir. Selanjutnya juga akan kita bahas mengenai definisi-definisi dan hukum-hukum lain yang berhubungan dengan Ilmu Tafsir.

Definisi al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallama yang dengan satu suratnya bisa memunculkan i’jaz (mukjizat).

Yang dimaksud “kalam” di sini yakni kalam adalah jenis yang bisa memuat segala macam kalam baik mufrod maupun murokkkab.

Lalu yang dimaksud dengan “yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallama” di sini berarti mengecualikan kalam yang turun kepada Nabi-nabi yang lain seperti Taurat, Injil, Zabur, dan shuhuf-shuhuf.

Lalu yang dimaksud dengan “yang dengan satu suratnya bisa memunculkan i’jaz” di sini berarti mengecualikan pada hadits qudsi, karena hadits qudsi atau juga disebut hadits zabaniyah tidak mengandung I’jaz di dalamnya. Kemudian satu surat menjadi batasan minimalnya I’jaz dihasilkan. Sebagaimana surat terpendek seperti Surat al-Kautsar  yang memiliki tiga ayat.

Satu surat menjadi batasan karena tidak ada dalam al-Quran sebuah ayat yang sendirian, melainkan ayat tersebut pasti mempunyai hubungan dengan ayat sebelumnya dan setelahnya, maka satu surat menjadi batasan minimal sebuah I’jaz bisa terjadi.

I’jaz digunakan dalam definisi ini walaupun al-Qur’an juga diturunkan untuk selain I’jaz seperti nasehat, hukum, dan tadabbur. Karena hal-hal seperti nasehat, hukum, dan tadabbur bisa dijumpai juga pada selain al-Qur’an.

Ada pula sebagian ulama’ yang menambahkan definisi al-Qur’an dengan “yang dihitung beribadah dengan membacanya”. Hal ini untuk mengecualikan mansukh at-tilawah.

Nama al-Qur’an

Al-Qur’an menurut pendapat yang terpilih (al-mukhtar) diambil dari mashdar murodif-nya qiroat “قراءة” yang artinya bacaan. Seperti firman Allah Subhanahu wa taala S. al-Qiyamah: 17:

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ

Sesungguhnya Kami yang mengumpulkannya di dadamu dan membacakannya

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa al-Qur’an diambil dari masdar al-qor’u (القرء) yang artinya adalah mengumpulkan. Namun pendapat ini dloif atau lemah.

Definisi Surat

Surat adalah kelompok dari al-Qur’an yang diberi nama secara khusus yang jumlah ayatnya minimal adalah tiga.

Definisi ini dibangun berdasarkan pendapat bahwa basmalah bukan termasuk ayat disetiap surat (pendapat selain Syafi’iyah) atau berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa basmalah termasuk dari al-Qur’an namun bukan termasuk ayat dari setiap surat melainkan ayat yang berdiri sendiri yang berfungsi sebagai pemisah antar surat satu dengan yang lain (pendapat Syafi’iyah). Sedangkan pendapat (yang paling shohih) yang mengatakan bahwa basmalah adalah bagian dari setiap surat maka definisi ini tidak bisa digunakan karena minimalnya jumlah ayat dalam surat adalah empat ayat.

Khilaf Tentang Basmalah

Tidak ada khilaf atau perbedaan pendapat pada basmalah yang ada pada surat an-Naml yakni ayat 30 “اِنَّهٗ مِنۡ سُلَيۡمٰنَ وَاِنَّهٗ بِسۡمِ اللّٰهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِۙ‏” bahwasanya basmalah tersebut termasuk dari al-Qur’an. Sebagaimana tidak adanya khilaf pendapat pada awal surat baroah atau at-Taubah bahwa basmalah bukan termasuk darinya. Namun khilaf terjadi pada setiap awal-awal surat. Pendapat-pendapat tersebut antara lain:

  1. Menurut Imam Syafi’i, basmalah termasuk ayat dari al-Qur’an dan juga dari setiap awal suratnya.
  2. Menurut Imam Malik, basmalah bukan termasuk ayat dari al-Qur’an dan juga bukan termasuk dari setiap surat-suratnya.
  3. Menurut Imam Abu Hanifah, basmalah termasuk dari al-Qur’an namun bukan di setiap surat-suratnya.
  4. Menurut Imam Ahmad dan Imam Abi Tsaur, basmalah hanyalah bagian dari Surat al-Fatihah saja, bukan termasuk dari setiap suratnya.

Pemberian Nama Surat

Pemberian nama surat pada al-Quran menurut jumhur ulama’ kesemuanya adalah berasal dari tauqif Nabi atau putusan Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa sallama. Contohnya seperti surat al-Fatihah, al-Baqarah, Al-Kautsar, Yaa Siin, dll.

Namun ada juga pendapat yang mengatakan nama Surat ada yang diberikan oleh para shahabat atau Tabiin, sebagaimana Hudzaifah menamakan Surat at-Taubah dengan al-Fadlihah, dan Ibn Uyainah menamakan Surat al-Fatihah dengan nama al-Waqiyah.

Definisi Ayat

Ayat adalah kelompok dari al-qur’an yang dipisah berupa kumpulan kata-kata.

Adapun secara bahasa ayat artinya mukjizat (miracle), pelajaran, tanda, sesuatu yang menakjubkan, golongan, dan petunjuk.

Al-Mafdlulah dan al-Fadlil

Al-Mafdlulah secara bahasa artinya dikesampingkan (tidak diutamakan). Sedangkan yang dimaksud di sini al-Mafdlulah adalah Kalam Allah di dalam haq selainNya. Artinya di dalamnya membahas selain Allah. Contoh al-Mafdlulah yaitu Surat al-Lahab yang membahas Abu Lahab dan isterinya.

Al-Fadlil secara bahasa artinya yang utama. Sedangkan yang dimaksud di sini al-Fadlil adalah Kalam Allah di dalam Allah. Artinya di dalamnya membahas Allah dan haq-haqNya. Contohnya iaitu Surat al-Fatihah dan Ayat Kursi.

Pembagian ini bukan bertujuan untuk menunjukkan bahwa ada bagian al-Qur’an yang tidak diutamakan, atau rendah. Kesemua bagian al-Qur’an adalah mulia, dan tidak ada yang berani menolak itu. Namun memang benar adanya jika ada bagian al-Qur’an yang lebih unggul atau lebih utama dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nash-nash hadits yang menerangkan hal tersebut seperti hadits Bukhori yang berbunyi:

أعظم سورة في القرأن الفاتحة

Surat yang paling agung di dalam al-Quran adalah al-Fatihah

Dan hadits Muslim

أعظم أية في القرأن أية الكرسيّ

Ayat yang paling agung dalam al-Quran adalah Ayat Kursi

Dan Hadits Tirmidzi

سيّدة أي القرأن أية الكرسيّ و سنام القرأن البقرة

Tuannya ayat-ayat al-Quran adalah Ayat Kursi dan al-Quran yang paling banyak pahalanya adalah al-Baqarah

Dan masih banyak lagi

Namun ada pula yang menolak adanya hal tersebut dengan alasan agar tidak disalah pahami bahwa dengan adanya keutamaan membuat orang berpikir atas kurang(atau rendah)nya yang dikesampingkan. Yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Imam Malik, sehingga beliau juga berpendapat atas makruhnya mengulang-ulang surat dan kembali kepada selain surat tersebut.

Perbedaan Terjemah, Tafsir dan Takwil ( الفرق بين الترجمة و التفسير والتأويل )

Terjemah, tafsir dan takwil perlu dibahas di sini karena ketiganya berhubungan dengan al-Qur’an. Perlu diketahui pengetian atau definisinya terlebih dahulu.

Terjemah adalah penjelasan kalam atau bahasa dengan bahasa yang lain.

Tafsir adalah penjelasan kalamullah Ta’ala atau RasulNya atau atsaar atau kaidah sastra Arab (Lughoh, Nahwu, Shorof, Bayan, Maani, Badi’, Qowafi, dll), atau kaidah aqliyah (Manthiq, Ushul al-Fiqh, Ushul ad-Din, Falak, Kimia dll).

Ta’wil adalah memindahkan makna pada kalam yang memiliki beberapa makna kepada makna yang terjauh (ab’ad). Sebagaimana yang terjadi pada kalamullah “و يبقى وجه ربّك”, pada kalamullah tersebut memiliki beberapa makna, makna yang paling dekatnya (aqrob al-ma’na) adalah Wajah Haqiqi, dan makna yang paling jauhnya (ab’ad al-ma’na) adalah Dzat Allah. Maka di sini dita’wil atau dalam arti memilih makna yang paling jauh karena mustahil memilih makna yang paling dekat.

Lalu secara lebih lanjut akan kita bahas mengenai hukum mengenai al-Quran terkait dengan terjemah, tafsir, dan takwil.

Haramnya Qiroah dengan selain Bahasa Arab

Bagaimana hukum membaca al-Qur’an dengan selain Bahasa Arab atau dengan terjemahnya?

Hukum membaca al-Qur’an (Qiroat al-Qur’an) dengan selain Bahasa Arab atau dengan terjemahnya adalah haram, baik di dalam sholat ataupun di luar sholat. Karena akan menghilangkan i’jaz yang ada pada al-Qur’an. Karena hukum ini pula orang yang tidak mampu dalam sholat (tidak hafal bacaan sholat dan tidak ada waktu untuk belajar) boleh menerjemahkan dzikir ke dalam bahasa lain namun untuk bacaan al-Quran tidak boleh diterjemahkan, namun harus berpindah ke bacaan al-Qur’an yang lain sebagai gantinya atau jika tidak bisa maka menggunakan kalimat thoyyibah atau bahkan jika tidak bisa maka orang yang tidak mampu tersebut berdiam diri dengan kira-kira lamanya membaca al-Fatihah.

Perlu digaris bawahi yang diharamkan di sini adalah hukum qiroah. Dalam arti adanya niat membaca al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab dan tidak akan pernah bisa digantikan dengan bahasa yang lain. Hal ini bersifat paten dan tidak bisa diubah.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf: 2)

Selain hukum di atas, haram juga hukumnya membaca al-Qur’an dengan makna, berbeda dengan hadits yang boleh diriwayatkan dengan makna (riwayat bi al-ma’na).

Hukum Tafsir al-Qur’an dengan Akal (bi al-Ra’yi) dan Ta’wil al-Qur’an

Hukum menafsirkan al-Qur’an dengan akal atau bil al-ra’yi adalah haram. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi:

من قال في القرأن برأيه أو بما لا أعلم , فليتبوّأ مقعده من النّار

“Barang siapa yang berbicara (menerangkan) dalam al-Qur’an dengan pikirannya atau dengan sesuatu yang tidak ia ketahui maka lebih baik ia menempati tempat duduknya yaitu neraka”

Seperti yang diterangkan dalam Syarh an-Nuqoyah: “bahwasanya tafsir adalah bersaksi kepada Allah dan memutuskan bahwa Allah bermaksud dengan lafadh ini dengan makna ini, maka tidak boleh menafsirkannya kecuali dengan nash dari Nabi Shollallahu alaihi wa sallama, atau shahabat yang menyaksikan turunnya al-Qur’an dan wahyu ”.

Sedangkan hukum men-ta’wil al-Qur’an hukumnya adalah boleh. Sah-sah saja bagi orang yang mengetahui kaidah-kaidah, dan orang yang alim di bidang ulum al-Qur’an untuk melakukan takwil. Karena ta’wil adalah memenangkan atau memilih salah satu makna muhtamalat tanpa adanya kesaksian pada Allah dan keputusan sehingga bisa ditolerir. Karena hal ini juga sekelompok sahabat dan salaf berbeda dalam men-ta’wil beberapa ayat. Kecuali jika di situ ada nash dari Nabi Shollallahu alaihi wa sallama maka mereka tidak berbeda pendapat.

Demikian Pengantar Ilmu Tafsir. Semoga Pengantar Ilmu Tafsir ini bisa bermanfaat dan bisa mengantarkan kita pada bab-bab selanjutnya.

Wallahu a’lam

Tinggalkan Komentar