KH. Abdul Djalil Abdurrahman – Guru Besar Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas

Profil

Potret KH. Abdul Djalil Abdurrahman
Potret KH. Abdul Djalil Abdurrahman

             KH. Abdul Djalil Abdurrahman lahir pada hari Sabtu Wage 17 Juli 1920 M atau pada tanggal 1 Dzulqo’dah 1339 H dengan nama kecil Muhammad Arif di Dusun Bulak Mojokrapak Jombang sebuah dusun yang tidak terlalu jauh dari pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Beliau merupakan putra ke-4 dari pernikahan KH. Abdurrahman dan Nyai Hj. Fatimah. beliau merupakan anak kesayangan dari orang tuanya sebab selain sering sakit-sakitan dan pernah dikabarkan meninggal (mati suri) beliau juga mengalami kejadian-kejadian yang menyusahkan seperti jatuh dari pohon, tersiram air panas dan jatuh di gamping panas.

            Muhammad Arif (nama kecil beliau) mempunyai 13 saudara yaitu: H. Bajuri (alm), Hj. Rahmah (alm), Halimah (alm) Ibunda Bapak Abdul Razaq Husni, KH. Abdul Jalil (alm), H. Abdul manan (alm), Hj. Muslichah (alm), Hj. Mutmainnah (alm), Abdul jalal (alm), H. Abdul Mujib (alm) mantan Rektor IAIN Tulungagung, Masyhuri (alm), Hj. Machsunah (alm), Maysaroh (alm), Hj. Siti Zulaikha.

Perjalanan Menuntut Ilmu

                Ketika  usia 7 tahun KH. Abdul Jalil masuk sekolah rakyat (SR). Pada tahun 1923 beliau pindah ke seblak untuk berguru pada KH.Machfuz Anwar selama 6 tahun. Di usia 18 tahun Abdul Jalil muda belajar ilmu agama di Tebuireng dalam asuhan KH.Hasyim Asy’ari seorang ulama’ pendiri NU. Di sana pula beliau belajar ilmu matematika dari KH. Wahid Hasyim, padahal pada waktu itu ilmu matematika dilarang di pondok-pondok akan tetapi KH. Wahid Hasyim tidak pemperdulikan karena karena ilmu matematika juga penting dalam agama untuk mengetahui ilmu falak dan ilmu faroidl. Untuk mensukseskan pengajaran ilmu matematika dari larangan yang ada, KH. Wahid Hasyim berinisiatif dalam mengajarkan ilmu matematika dengan bahasa arab, dari situ KH. Abdul Djalil mulai bersinangungan dengan ilmu falak dan faroidl, dua bidang keilmuan yang  langka, tetapi beliau menguasainya dan juga sukses sebagai spesialisasinya. Beliau juga ditunjuk oleh KH. Hasyim Asy’ari menjadi salah satu dari 18 santri pilihan untuk menjawab masalah-masalah keagamaan yang berkembang di masyarakat.

            KH. Abdul Djalil belajar di Tebuireng kemudian beliau melanjutkan belajar ilmu agama di berbagai pondok salah satunya di pondok pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang yang di asuh oleh KH. Bisri Syansuri. Setelah sekian lama belajar ilmu agama beliau melaksanakan rukun islam yang ke-5 ke tanah suci Mekkah atas izin dari orang tuanya. Sesampainya di Mekkah dan sudah melaksanakan ibadah haji beliau tidak ikut pulang ke tanah air melainkan melanjutkan belajar untuk mendalami ilmu agama. Di sana beliau juga berguru dengan ulama Indonesia yakni KH. Mahfud Salam, sepupu KH. Bisri Syansuri Denanyar. Ketika KH. Mahfud Salam ingin pulang ke tanah air, beliau bingung karena tidak memiliki uang dan hanya kitab-kitab yang dimilikinya akhirnya beliau menawarkan KH. Abdul Djalil  untuk membelinya, tidak pikir panjang KH. Abdul Djalil membeli kitab-kitab yang ditawarkan gurunya itu.

            Tak lama beliau belajar di Mekkah hanya 2 tahun saja karena terpaksa pulang ke tanah air akibat gerakan wahabisme, sepulang dari tanah suci pada tahun 1940 M, KH. Abdul Djalil mengikuti KH. Mahfud Salam dan belajar ilmu agama lagi kepadanya di Kajen Pati Jawa Tengah. Beliau juga sempat belajar ilmu kanuragan dan pencak silat sampai beliau bisa menjinakkan ular dengan mudah mulai dari yang kecil hingga yang besar, tak butuh waktu lama tidak mau lagi mengamalkan ilmu kanuragannya dan beliau juga meninggalkan ilmu tersebut.

            Pada tahun 1945, KH. Abdul Jalil menuju Pesantren Trowulan yang diasuh oleh KH. Dimyati untuk memperdalam ilmu falak beliau. Di saat yang sama KH. Abdul Jalil dinikahkan dengan seorang gadis yang bernama Sholihah dari dusun Balongrejo putri KH. Muhammad Arif sahabat ayahnya KH. Abdurrahman yang mendirikan Yayasan Pendidikan Belajar Al-Hikmah dan saat ini terdapat pula Pondok Pesantren Al-Hikmah Balongrejo Sumobito. Tetapi baru setahun berikutnya kedua pasangan ini saling berkenalan mengarungi bahtera keluarga. Putra-putri beliau dengan Nyai Hj.Solihah sebanyak 12 anak, yakni: H. Ali Tsauri, Lc, Hj.Hurriyah S.Ag, Drs. H.Bisri Jalil, Masduki (alm), Hj. Ma’munah, BA, Dr. Hj. Masriyah, Munawaroh S.Ag, dr. Hj. Hasbiyah, Drs. H.Taufiq Abdul Jalil, Dra. Hj. Siti Aisyah, H. M Ihsan. S.Pd, dan Umi Saadah. M.Kom.

KH Abdul Djalil Seorang Guru Besar Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas Jombang

            Di suatu kesempatan beliau berkunjung kepada sahabatnya KH. Fattah Hasyim, lalu beliau menyatakan ikrar tidak akan meninggalkan mengajar di Pondok Pesantren Tambakberas. Pada Tahun 1983, KH. Abdul Jalil menjadi kepala sekolah Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas sedang KH.Nasrulloh menjadi wakilnya. KH. Abdul Djalil merupakan salah satu guru besar di Tambakberas, atau guru dari semua guru yang sekarang menjadi guru di Madrasah Muallimin Muallimat. Saat aktif mengajar, Kiyai Djalil mengampu dua mata pelajaran langka, yaitu Ilmu Falak dan ilmu Arudl, disamping pelajaran Nahwu dan Faraidl. Selain itu beliau juga mengajar fiqh.

            Menurut Drs KH Ahmad Hasan, salah satu muridnya, dan pengasuh Ribath As-Sa’idiyyah Bahrul Ulum, apa yang dilakukan Kiai Djalil merupakan sesuatu yang luar biasa. “Perjuangan Kyai Djalil untuk Madrasah Muallimin sangat luar biasa. Beliau itu sangat disiplin waktu, pro-aktif dan begitu konsisten serta kokoh memegang prinsip”, kenang Kiai Hasan.

            Lebih lanjut, Kiai Hasan menyampaikan, “Kita jangan sekali-sekali melupakan sejarah dan  selalu termotivasi untuk meneladani kedisiplinan dan keistiqomahan Kiai Djalil”.

            Sejak tahun 1983, setelah turut mendirikan dan mengabdi sekian puluh tahun di Madrasah Muallimin Muallimat, Kiai Djalil dipercaya sebagai Kepala Madrasah. Kiai Djalil tokoh dibalik peletak dasar sistem pembelajaran di Madrasah Muallimin Muallimat.

            Saat sebagai Kepala Madrasah, kharisma dan wibawa beliau begitu tampak, juga ramah pada siapapun termasuk cara menegur kepada seorang guru yang absen tidak mengajar.

            Menurut Drs H Kasturi Ahmad, salah satu pimpinan Madrasah, Kiai Djalil kepada semua guru sangat menghormati. “Jika ada guru yang absen beliau cukup menanyakan “Panjenengan wingi teng pundi nggeh, kok mboten kepangge kulo? (Kemarin kemana ya, anda kok tidak ketemu saya)”, cerita Pak Kasturi, ketika ditanya kenangan beliau bersama Kiai Djalil.

            Demikian profil dan fakta-fakta mengenai KH. Abdul Djalil Abdurrahman yang dapat penulis himpun. Data-data ini penulis dapatkan dari interview kepada dzurriyah-dzurriyah KH. Abdul Djalil, murid-murid beliau dan beberapa sumber tertulis.

Penulis: M. Amiruddin Al-Fatwa (Pemalang) – Alumni Madrasah Muallimin Muallimat Tambakberas Jombang

Tinggalkan Komentar