Menolak Tuduhan Qashidah Burdah Syirik – Ubaedil Muhaimin

Menolak Tuduhan Qashidah Burdah Syirik – Ubaedil Muhaimin

Burdah Jubah Rasullullah di Museum Istana Topkapi, Istanbul, Turki.
Jubah Rasullullah di Museum Istana Topkapi, Istanbul, Turki

Qashidah Burdah merupakan qashidah populer yang dikarang oleh Imam al-Bushiri berisikan syair-syair pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallama. Mungkin Anda akan familiar dengan syair berikut ini:

هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ

لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْأَهْوَالِ مُقْتَحَمِ

Potongan syair berikut merupakan bagian dari Shalawat Burdah yang terdiri dari 160 bait syi’ir.

Namun tahukah Anda bahwa baru-baru ini, terjadi tuduhan keji dari salah seorang ustadz (yang tidak perlu disebut) yang mengatakan bahwa Syiir Burdah adalah ucapan kesyirikan secara hakikat dan majaz (haqiqatan wa majazan).

Ustadz tersebut beralasan bahwa ini merupakan bentuk pujian yang ghuluw (sangat berlebihan). Syi’ir ini diduga ghuluw & menyebabkan kekafiran atau kesyirikan karena menyatakan bahwa tidak ada orang yang bisa dijadikan perlindungan selain Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Sekilas, sebagai orang awam kita pasti akan mengamini pernyataan ustadz tersebut.

Namun jika kita mencoba memahami syi’ir-syi’ir Burdah secara keseluruhan, maka kita tidak akan segampang & sengawur itu dalam menyimpulkan, apalagi jika kita memahami ilmu Balaghoh, kemudian ditambah bacaan Sirah dan Hadits, maka prasangka seperti itu tak akan terlintas.

Oleh sebab itu, mari kita pahami bersama apa yang dimaksud dari syi’ir tersebut. Apakah ghuluw seperti yang dia sangkakan atau justru ini adalah suatu bentuk madh (pujian) yang layak kita lantunkan.

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِيْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ

سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الحَادِثِ الْعَمَمِ

Yā Akramal khalqi mā lī man alūdhu bihi

Siwāka ‘inda ĥulūlil ĥādithil ‘amami

Wahai makhluk paling mulia, tiada orang tempat perlindungan hamba

selain engkau baginda kala huru-hara kiamat melanda semua manusia.

Jadi sangat jelas bahwa yang dimaksud dalam syi’ir burdah ke -152 tersebut adalah suatu perlindungan pada hari kiamat, yaitu tentang syafaat Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam, bukan perlindungan sebagaimana yang biasanya kita pahami sebagai isti’adzah.

Kalau isti’adzah memang tidak boleh tidak atau harus hanya kepada Allah. Sementara lafadh “alūdzu” (aku berlindung) di sini maksudnya adalah sebagaimana saya katakan di atas, yaitu mengharapkan syafaat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallama. Hal ini bisa kita pahami dari penggalan bait setelahnya,yaitu “عِنْدَ حُلُوْلِ الحَادِثِ الْعَمَمِ “. Yang artinya adalah ketika terjadi huru-hara kiamat. Ini adalah sebuah qarinah (sesuatu yang menunjukkan maksud perkataan), jadi ada konteks dalam memahami teks, inilah pentingnya belajar bahasa yang benar.

Penulis (baca: Saya) tidak akan berspekulasi, mungkin ustadz tersebut lupa membaca lanjutan bait syi’ir ini, sebab yang saya dengar melalui tweet video Ustadz Wahabi tersebut tidak membaca secara utuh.

Jika sudah membaca namun tidak paham juga ya?!? Wal ‘iyadzu billah.

Maka, dari sini posisinya sudah jelas dan terang, syi’ir ini sangatlah pantas kita lantunkan dan tak akan sedikitpun menyeret kita ke dalam dosa syirik.

Kok bisa?

Iya!

Imam Bushiri sendiri telah menjelaskan dalam bait sebelumnya bahwa tuduhan itu tidak benar.

دَعْ مَا ادَّعَتْ النَّصَارَى فِي نَبِيِّهِمُ

وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ

Artinya; “Tinggalkanlah tuduhan kaum nasrani tentang nabi-nabi mereka. Dan Tetapkanlah untaian pujian kepada para nabi mereka, pujian apapun yang engkau suka tanpa berlebihan dan belalah mereka dengan gigih.”

وَانْسُبْ إِلَى ذَاتِهِ مَا شِئْتَ مِنْ شَرَفِ

وَانْسُبْ إِلَى قَدْرِهِ مَا شِئْتَ مِنْ عِظَمِ

 “Nisbatkan kepadanya segala kemuliaan sekehendakmu, dan pada martabatnya segala keagungan yang kau mau.”

Jadi, sebagai umat Rasulillah kita sudah seharusnya memuji beliau dengan pujian yang sangat bagus dan indah.

Namun tetap harus sesuai dengan dasar-dasar yang benar agar pujian ini tidak sampai pada derajat ghuluw dan sebagainya. Ini dijelaskan sendiri oleh Imam Bushiri dalam syi’ir Burdah.

Jadi tidak mungkin beliau akan melakukan hal yang bertolak belakang dengan pernyataannya sendiri.

Bahkan di syi’ir lain, Imam Bushiri menjelaskan bahwa dakwah Rasulillah adalah dakwah tauhid, jadi mana mungkin beliau melakukan kesyirikan baik sengaja atau tidak setelah memuji agenda dakwah Rasulullah dengan syi’ir yang beliau gubah sendiri?

Mari kita pahami segala sesuatunya secara mendalam, baca (pelajari) semua baru berkomentar. Jangan asal comot dan menggunakan pemahaman sempit yang ternyata hanya untuk memuaskan hawa nafsu belaka!

Penulis: Ubaedil Muhaimin

Editor: Mudhofar

Tinggalkan Komentar