Korona dan Tha’un. Samakah?

Korona dan Tha’un. Samakah?

Ada Apa dengan Corona?

Lebih dari sebulan yang lalu masyarakat Indonesia baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dikejutkan oleh seruan pemerintah daerah masing-masing. Berawal dari seruan kepada seluruh lembaga pendidikan di setiap jenjang untuk meliburkan aktifitas belajar mengajar selama empat belas hari. Yang kemudian beberapa hari setelah itu, tidak hanya anak sekolah dan mahasiswa, bahkan semua masyarakat dianjurkan untuk tetap berada di rumah, menghentikan segala aktifitas kebiasaan dengan bekerja atau melakukan segalanya dari dalam rumah. Jika terpaksa melakukan aktifitas di luar rumah maka mereka harus menerapkan social distancing dan kemudian oleh pemerintah pusat istilah tersebut diubah dengan physical distancing, yakni menjaga jarak dengan orang lain minimal satu meter untuk menghidari adanya kontak fisik. Selain itu pola hidup bersih dan sehat juga menjadi anjuran yang tidak boleh diremehkan. Agenda-agenda yang melibatkan banyak orang harus ditunda. Mulai dari acara pernikahan, konggres, Munas dan lain sebagainya. Mall, masjid, gereja, dan tempat-tempat lain yang ramai juga menjadi pantauan pemerintah setempat. Bahkan ada sebagian masjid yang meniadakan jamaah shalat jumat.

Larangan-larangan keluar rumah dan berkumpul tersebut bukan disebabkan oleh peperangan atau kerusuhan massa. Melainkan adanya suatu virus pandemi yang konon berasal dari Wuhan, China. Dari sana virus ini mulai bergerak dengan memakan korban warga penduduk yang tidak sedikit. Virus ini kemudian meluas ke berbagai negara-negara lain baik di kawasan benua Asia, Australia, Eropa, Afrika, dan Amerika. Sehingga oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) status virus ini dikategorikan sebagai wabah pandemi. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini disebut dengan COVID-19 sedangkan nama virusnya sendiri adalah SARS-Cov 2 atau yang terkenal dengan sebutan korona. Virus yang menakutkan dan terus mengintai siapa saja yang lengah.

Berbagai asumsi dan narasi mulai berseliweran bebas dan mengalir deras di grup-grup WA, facebook, twitter, dan media-media lainnya dalam bentuk pesan teks ataupun video-video pendek. Ada yang mengatakan bahwa korona merupakan petanda kiamat sudah dekat, ada juga yang menganggapnya sebagai konspirasi negara tertentu demi menguasai ekonomi dunia, dan di kalangan umat Islam khususnya, banyak yang menganggapnya sebagai tha’un.

Sebagai contoh dan ini yang akan menjadi bahan kritik saya dalam artikel ini. Ada sebuah video viral seorang ustadz atau syekh dengan sangat percaya diri mengatakan virus korona segera lenyap dari bumi pada bulan Mei atau awal Ramadlan. Pernyataan ini ternyata bersumber dari teks-teks yang membahas peristiwa tha’un. Namun nyatanya, hingga hari ini korona masih bertahan dan masih banyak pasien-pasien Covid-19 yang belum disembuhkan. Pertanyaannya apakah sumber-sumber ini salah? Tentu tidak. Yang salah adalah cara membaca atau memahami dan ketergesa-gesaan dalam menyimpulkan.

Di sudut sini saya tergerak untuk mengulas kasus ini dalam perspektif keilmuan Islam yang selama ini saya tekuni. Mungkin sudut pandang yang saya pilih tidak sepopulis layaknya peneliti-peneliti kebanyakan. Saya mencoba melakukan studi pustaka terhadap sebuah tulisan pemikir Muslim di masa lalu, yakni kitab karya al-Hafidh Ibn Hajar al-Asqalaniy yang berjudul Badzlu al-Ma’un fi Fadlli al-Tha’un sebagai rujukan utama untuk mencari titik temu dan kebenaran duduk perkaranya. Di samping itu, juga untuk menjernihkan kekeruhan pemahaman masyarakat awam kebanyakan akibat pengaruh informasi-informasi yang tidak berasal dari sumber terpercaya. Kemudian yang perlu saya tegaskan dalam coretan ini adalah keinginan saya untuk menuju ruang-ruang sakral dibalik tembok profan dari diskursus terkait fenomena korona. Agar pembaca mau kembali meyakini terhadap kebenaran mutlak sumber agamanya.

Korona dan Tha’un. Samakah?

Korona dan Tha'un

Dalam khazanah keislaman ada istilah tha’un, wabah, dan pageblug. Sebagai pengikut syariat Rasulullah SAW tentunya kata ini tidak asing. Istilah ini sering didengar melalui doa-doa dan penuturan orang-orang tua atau guru-guru agama secara lisan maupun tulisan yang berjalan secara turun temurun. Namun sayangnya kebanyakan kaum muslimin tidak mau mendalami hakikat makna dan realita kejadiannya. Mereka menelan informasi secara taken for granted. Tidak ada upaya untuk melakukan pengecekan atas informasi tersebut.Apakah dengan membaca buku yang relevan atau mencari keterangan mendalam dari para ulama. Sehingga mengakibatkan istilah ini, yaitu wabah (pageblug) dan tha’un menjadi kabur. Istilah-istilah itu tidak pernah didefinisikan dengan benar. Padahal kesemuanya itu berbeda pada hakikatnya. Berawal dari sini, kemudian banyak orang yang menyimpulkan bahwa korona yang terjadi hari ini merupakan tha’un.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah benar korona dan tha’un itu sama? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mencari penjelasan-penjelasan ahli dalam mendefinisikan keduanya.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa status virus korona oleh WHO ditetapkan sebagai wabah pandemi yakni suatu wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang sangat luas. Sedangkan istilah tha’un banyak sekali pendapat-pendapat para ahli dari era klasik hingga modern. Namun dari berbagai definisi tersebut bisa ditarik satu kesimpulan bahwa tha’un merupakan suatu penyakit tertentu yang berjangkit serempak dimana-mana. Jika dipandang sekilas, antara keduanya memiliki persamaan. Maka perlu saya jelaskan secara detail definisi korona dan tha’un dan sesuatu yang berkaitan dengan keduanya untuk memberikan suatu gambaran yang utuh.

Virus Korona bisa dipahami sebagai:

  • Coronavirus (istilah populernya: virus korona) adalah sekumpulan virus dari subfamili Orthocoronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales yang dapat menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia termasuk manusia. Pada manusia virus ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan.
  • Penyakit koronavirus 2019 (coronavirus disease 2019) disingkat COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 salah satu jenis koronavirus. Penyakit ini menyebabkan pandemi koronavirus 2019-2020.

Sedangkan untuk Tha’un, pengertiannya sebagai berikut:

  • Tha’un adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menjangkit tikus, yang kemudian ditularkan oleh kutu-kutu mulai dari tikus kemudian ke yang lain dan akhirnya sampai pada manusia.
  • Dalam Ensiklopedia Britania, tha’un merupakan istilah kuno untuk menyebut suatu penyakit yang tersebar luas yang menyebabkan kematian massal. Namun sekarang tha’un hanya diartikan sebagai semacam penyakit panas yang melampaui batas normal yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan oleh kutu tikus. Pada dasarnya tha’un ini menjangkit hewan pengerat tersebut. Namun kemudian menular ke manusia sebab adanya kontak dengan tikus yang terinfeksi bakteri tersebut.
  • Al-Hafidh Ibn Hajar menukil pendapat al-Walid al-Baji dalam mendefinisikan tha’un. Al-Baji mendefinisikan tha’un sebagai suatu penyakit tertentu yang menjangkit secara meluas pada banyak orang dari segala arah. Yang berbeda dengan penyakit-penyakit lain pada umumnya.

Itulah rincian penjelasan antara korona dan tha’un secara terminologis yang ternyata keduanya memang benar-benar berbeda. Namun untuk meyakinkan pembaca muslimin perlu bagi saya menjelaskan dalil-dalilnya guna memberikan kepuasan teologis.

Dalil-dalil Bahwa Korona Bukan Tha’un

Pertama, tha’un tidak pernah ada di Madinah.

Berdasarkan keterangan hadits dan fakta sejarah tha’un tidak pernah masuk ke Madinah.

Dari Abu Asib ‘Maula Rasulullah SAW’ menuturkan:

قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أتاني جبريل بالحمَّى والطاعون، فأمسكت الحمَّى بالمدينة، وأرسلت الطاعون إلى الشام، فالطاعون شهادة لأمتي، ورحمة لهم، ورِجْسٌ على الكافرين”.

Rasulullah SAW bersabda: Jibril datang kepadaku dengan membawa penyakit panas dan tha’un. Penyakit panas berhenti di Madinah, sedangkan tha’un dikirim ke Syam. Tha’un merupakan syahadah dan rahmat untuk umatku, dan tha’un merupakan azab atas orang-orang kafir.” (HR. Imam Ahmad)

Hadits tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa kota Madinah steril dari tha’un, kota ini dan penduduknya diberi jaminan tidak akan terdampak tha’un. Sebab Jibril AS telah mengalihkannya ke daerah lain. Hadits ini juga dikuatkan oleh hadits lain yang artinya sebagai berikut.

Dalam hadits shahih Abu Hurairah RA menceritakan: bahwa Rasulullah r bersabda: “di pintu-pintu masuk Madinah terdapat malaikat, yang tidak bisa dimasuki tha’un dan dajjal”. Sahabat Anas juga meriwayatkan yang semakna dengan haditsnya Abu Hurairah.

Dari sini kelihatan sangat jelas betapa Madinah tidak bisa kemasukan tha’un. Lalu bagaimana dengan korona? Virus ini, berdasarkan berita-berita yang dilansir beberapa media baik dalam negeri atau asing, telah masuk Madinah dan menginfeksi sebagian penduduknya. Artinya virus ini bisa masuk di Madinah dan menjangkiti masyarakatnya.

Kedua, perbedaan karakteristik dan penyebabnya.

Dalil selanjutnya tentang perbedaan antara th’aun dan korona adalah ditinjau dari segi sifat-sifat dan penyebabnya. Keduanya memiliki karakteristik dan penyebab yang berbeda.

Al-Ghazaliy menjelaskan dalam kitab al-basith: tha’un adalah membengkaknya seluruh tubuh dikarenakan darah yang semakin memanas. Atau keluarnya darah pada ujung-ujung jari yang menjadikannya bengkak dan memerah. Terkadang luka ini menyebabkan terputusnya organ jika tidak segera ditangani.

Ibnu Sina mengartikan tha’un sebagai suatu zat beracun yang menyebabkan bengkak-bengkak dan mematikan. Penyakit ini berada pada organ yang lunak dan lipatan-lipatan tubuh. Seperti ketiak, sekitar telinga, paha dan lain-lain. Penyebabnya adalah darah kotor yang sudah rusak dan membusuk sehingga berubah menjadi zat racun yang merusak organ tubuh.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ariy RA bahwa Rasulullah bersabda: kebinasaan umatku disebabkan oleh al-tha’nu dan tha’un. Kemudian ditanyakan: wahai Rasulullah, adapun (al-tha’nu) kami sudah tahu. Namun apakah tha’un itu? Rasulullah menjawab: tha’un adalah sengatan jin musuh kalian, dan semuanya (korbannya) akan mendapat kesyahidan.

Tiga keterangan ulama’ di atas jelas memahamkan kita bahwa karakter dan penyebab tha’un jauh berbeda dengan kasus inveksi virus korona. Yang paling mencolok adalah peranan bangsa jin dalam penyebaran penyakit tha’un sebagaimana hadits Imam Ahmad ibn Hanbal dari Abu Musa al-Asy’ariy di atas. Memang masalah peran jin ini agak aneh, namun kembali lagi pada pada keyakinan kita terhadap sabda Rasulullah SAW yang harus kita pegangi.

Ketiga, korona adalah wabah.

Dari Aisyah berkata: kami memasuki madinah, yaitu tanah yang paling sering terjadi wabah (auba’). Artinya kota Madinah adalah wilayah yang tidak sehat dikarenakan seringnya dilanda wabah.

Dalam hadits lain juga dijelaskan bagaimana sahabat Bilal RA berdoa ketika kaum muslimin terusir dari Kota Makkah dan harus hijrah ke Yatsrib yang artinya sebagai berikut, Ya Allah, laknatlah Syaibah ibn Rabiah, Utbah ibn Rabiah, dan Umayyah ibn Khalaf sebagaimana mereka mengusir kami dari bumi kami menuju bumi wabah”.

Wabah juga pernah terjadi pada masa Khalifah Umar. Banyak orang yang meninggal pada masa itu.

Dari hadits-hadits di atas terlihat jelas meskipun di Madinah tidak ada tha’un, namun ternyata madinah adalah tanah yang paling sering terjadi wabah sebagaimana dikatakan oleh Ummul mukminin Sayyidah Aisyah dan sahabat Bilal. Maka bisa kita simpulkan adanya perbedaan antara tha’un dan waba’ (wabah). Seandainya keduanya sama maka pasti terjadi paradoks dalam hadits-hasits tersebut. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa korona merupakan wabah, bukan tha’un.

Kesimpulan

Islam adalah agama yang sempurna dan dibawa oleh manusia paling sempurna. Rasulullah SAW menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia demi terciptanya kehidupan masyarakat dunia yang tercerahkan. Tatanan masyarakat yang terbebas dari kebodohan. Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal, artinya agama tidak berseberangan dengan akal. Melainkan berjalan beriringan dan saling mendukung. Oleh karena itu, seorang beragama harus menggunakan akal pikiran yang sehat dalam menjalankan ajaran agamanya. Agama tidak bisa berjalan hanya dengan modal semangat dan syahwat.

Mengatakan korona sebagai tha’un menunjukkan adanya distorsi ilmiyah, seperti sudah saya jelaskan di atas. Sebuah pernyataan yang tidak berdasarkan pada prinsip iqra’ yang digaungkan Rasulullah di awal dakwahnya.

Betapa kecewanya orang-orang yang sudah terhipnotis tentang rumor berakhirnya korona di awal bulan Ramadlan sebagaimana sudah saya singgung di awal. Kebodohan dan kengawuran hanya membawa kekecewaan yang menyakitkan.

Penulis Opini Santri: Ubaidil Muhaimin Twitter: @UbaidilMuhaimin

Alumnus Pondok Pesantren Darus Salam Subah Batang dan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang

Tinggalkan Komentar