Profil K.H. M. Sya’roni Ahmadi al-Hafidh Kudus

K.H. M. Sya’roni Ahmadi dilahirkan di Kudus pada tanggal 17 Agustus 1931 dari pasangan Kyai Ahmadi dan Nyai Hj. Masnifah. Beliau wafat pada 27 April 2021 (16 Ramadlan 1443 H.) meninggalkan delapan anak, yaitu Hj. Zuhairoh, Hj. Zulaifa, Hj. Zuhaida, Hj. Zuhaila, Hj. Zufariyah Noor, H.M. Yusrul Hana, H.M. Yusrul Falah, dan Hj. Manunal Ahna.

Dalam masa kecilnya, kyai lulusan sekolah Ma’ahid yang lama (saat dipegang oleh K.H. Muchid dan masih beraliran Ahlus Sunnah wal-Jama’ah an-Nahdliyyah) dan Mu’awanatul Muslimin ini tergolong anak yang mendapatkan banyak ujian, betapa tidak saat berumur 9 tahun ibunya meninggal dunia, kemudian pada saat berumur 13 tahun ayahnya menyusul sehingga beliau menjadi yatim piatu.

Oleh karena keadaan yang seperti itu beliau memutuskan untuk bekerja di Pasar Kliwon Kudus guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemudian beliau berpikir dan memutuskan untuk mengaji dan menghafal al-Qur`ân di pondok pesantren yang diasuh oleh Mbah Kyai H. Arwani. Karena semangat dan kegigihan (jidd wa-jtihad) Kyai Sya’roni berhasil menghafal al-Qur`ân dan nadham Alfiyah ibn Malik pada sekitar usia 11 tahun.

Beliau juga rajin menekuni Kitab Kuning mulai usia 14 tahun hingga umur 26 tahun di Kudus kepada K.H. R. Asnawi, K.H. Arwani Amin, K.H. Turaichan Adjhuri, K.H. Turtmudzi, K.H. Ma’ruf Asnawi, dan lain-lain.

Figur K.H. M. Sya’roni Ahmadi dikenal sebagai tokoh yang memberikan banyak pencerahan pada masyarakat, mulai tingkat-anak, remaja, dewasa, dan golongan orang tua. Hingga mendekati tutup usia beliau tetap mengajar secara rutin setiap satu pekan tiga kali, yakni dua kali di rumah beliau sendiri setiap malam Senin dan malam Kamis, di kampong Pagongan, Kajeksan, Kota Kudus, serta satu kali di masjid Menara Kudus.

Pada tiap pengajian, Kyai Sya’roni mampu men-setting iklim toleransi antara beberapa kelompok yang ada, sebut saja kaum Nahdliyyin dan Muhammadiyah. Di sisi lain beliau juga aktif dalam banyak organisasi, di antaranya ikut terlibat dalam struktural pengurus di Jam’iyyah Hujjaj Kudus (JHK), Yayasan Kesehatan Islam Kudus, kemudian beliau juga tercatat sebagai Nadhir Madrasah Qudsiyyah Kudus. Selain itu, beliau tercatat sebagai salah satu anggota Mustasyar PBNU hingga wafat.

Sya’roni muda sebagai santri deles memiliki kompetensi literasi yang cukup mendalam terutama bidang al-Qur`ân dan ilmu-ilmunya. Kompetensi literasi tersebut diekspresikan dalam bentuk karya seperti Al-Fara`id as-Saniyyah (tentang Ahlusunnah wal-Jama’ah), Faidl al-Asany (3 jilid, syarah atas Nadhm Syathibiyyah karya Abu al-Qasim ibnu Firruh al-Andalusi, membahas Qira`at Sab’ah secara teoretis), Tarjamah Tashil at-Thuruqat (terjamah Nadham Waraqat tentang Ushul Fiqih), al-Qira`ah al-‘Ashriyyah (3 juz, membahas lafadz-lafadz bahasa Arab secara mendasar), Tarjamah as-Sulam al-Munawraq fi ‘Ilm al-Mantiq (huruf Arab Pegon), dan At-Tashrih al-Yasir fi ‘Ilmi at-Tafsir.

Penulis: Mahlail Syakur Sf. Pengasuh Pontren Luhur Wahid Semarang, Pengasuh Pontren Darus Sa’adah Ngembalrejo Kudus. FB: Mahlail Sya / IG: @syakur_mahlail / Twitter: @Ms2fC

Tinggalkan Komentar