Kitab At-Tashrih Al-Yasir Karya K.H. M. Sya’roni Ahmadi Al-Hafidh

Sekilas tentang Kitab At-Tashrih Al-Yasir

Kitab yang diberi judul at-Tashrih al-Yasir fi ’Ilm at-Tafsir (التصريح اليسير في علم التفسير) ini merupakan salah satu karya K.H. M. Sya’roni Ahmadi al-Hafidh dari kota Kudus.

Baca Juga: Profil K.H. M. Sya’roni Ahmadi al-Hafidh Kudus

Kitab At-Tashrih al-Yasir Kitab At-Tashrih al-Yasir fi ‘Ilm at-Tafsir (التصريح اليسير في علم التفسير) merupakan penjelasan atau komentar atas kitab Syarh Mandhumah az-Zamzamiy fi Ushul at-Tafsir (شرح منظومة الزمزمي في أصول التفسير) karya Syekh Abdul ‘Aziz az-Zamzamiy (wafat di Makkah, tahun 976 H.) yang me-nadham-kan kitab an-Nuqayah karya imam as-Suyuthi.

Kitab Mandhumah at-Tafsir ternyata sudah di-syarah-i oleh as-Sayyid Alwi bin Abbas al-Malikiy dengan judul Faidl al-Khabir. Oleh karena panjangnya kitab tersebut maka Kyai Sya’roni menukil (mengambil sebagian dari kitab Mandhumah sebagai bahan kitab at-Tashrih al-Yasir) dan sebagiannya berasal dari Faidl al-Khabir.

Kyai Sya’roni tidak menirunya secara persis tetapi menambahkan keterangan lain yang didapat dari guru-guru lainnya. Judul at-Tashrih al-Yasir fi ’Ilm at-Tafsir (التصريح اليسير في علم التفسير) diberikan untuk karya ini karena isinya merupakan penjelasan ringkas dan padat mengenai ilmu tafsir dan hal-hal mendasar dalam penafsiran al-Qur`ân, seperti pengertian ilmu tafsir, cara pembacaan, lafadh-lafadhnya, menelisik arti-arti yang berhubungan dengan hukum dan sebagainya.

Dari 159 nadham dari sumber aslinya yang di-syarah-i, hanya menjadi 81 halaman (79 halaman isi dan 2 halaman berupa daftar isi). Proses penulisan kitab ini dibutuhkan waktu yang tidak begitu lama. Kitab ini ditulis pada tahun 1972 M./1392 H. (selesai pada awal Rajab 1392 H./ 10 Agustus 1972) dan telah dicetak berulang di Kudus tanpa identitas penerbit.

Link Unduh Kitab At-Tashrih Al-Yasir

Anda bisa mengunduh kitab ini pada link-link berikut:

[Muqaddimah unduh di sini] [Bagian 1 unduh di sini] [Bagian 2 unduh di sini] [Bagian 3 unduh di sini] [Bagian 4 unduh di sini] [Bagian 5 unduh di sini] [Bagian 6 unduh di sini] [Bagian 7 unduh di sini] [Bagian 8 unduh di sini] [Bagian 9 unduh di sini] [Bagian 10 unduh di sini] [Bagian 11 unduh di sini] [Bagian 12 unduh di sini] [Bagian 13 unduh di sini] [Bagian 14 unduh di sini]

atau Anda bisa membeli langsung kitab tersebut melalui link Tokopedia ini.

Al-Qur`ân tidak cukup diambil isinya melalui terjemah harfiah

Al-Qur`ân adalah kitab pedoman yang berisi berbagai ilmu dan informasi (lihat al-Baqarah: 3, al-Isra`: 9 dan An-Nahl: 89) sehingga wajib dikaji isinya di samping harus dibaca. Di sisi lain al-Qur`ân bersifat umum (‘amm) dan global (mujmal). Oleh karena itu dibutuhkan perangkat atau ilmu sebagai alat mengkajinya. Salah satunya adalah ilmu tafsir.

Ilmu tafsir perlu dipelajari oleh santri karena berisi seperangkat ilmu tentang al-Qur`ân dari berbagai aspek seperti proses penurunan (nuzul), sebab-sebab penurunan (asbab nuzul), ayat makkiyyah dan madaniyyah, bacaan (qira`at), dan sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut dapat dipelajari melalui kitab-kitab tentang ‘Ulum al-Qur`ân dan ‘Ilm at-Tafsir, di antaranya adalah kitab at-Tashrih al-Yasir.

Latar Belakang Penulisan

Literasi al-Qur`ân bagi masyarakat ketika itu masih kurang, termasuk di Indonesia, di mana ketika itu masih jarang kitab karya ulama lokal yang membahas kajian ilmu tafsirnya. Kecuali itu Kyai Sya’roni adalah salah satu Kyai (imam) yang piawai di bidang kajian al-Qur`ân di Kudus bahkan di tingkat nasional.

Kompetensi tersebut juga mendorong hatinya untuk menuliskan sebuah kitab mengenai kajian tafsir. Ketika itu Kudus dikenal sebagai kota al-Qur`ân dengan K.H. Arwani Amin sebagai publik figurnya. Sebagian santri yang sudah mengkhatamkan al-Qur`ân masih mempunyai waktu dan tekad yang tinggi untuk mendalaminya.

Menghafalkan al-Qur`ân dengan qira`at sab`ah adalah jawabannya, karena K.H. Arwani adalah salah satu santri K.H. Munawwir Krapyak yang mendapatkan mandat penuh untuk mengajarkan qira`at sab’ah.

Di samping itu, jika dalam pembacaan al-Qur`ân dapat dilakukan secara mapan, akan tetapi tidak berbanding lurus dengan pengamalan, maka hal itu pun juga bisa berimbas negatif bagi para pembacanya, karena fungsi turunnya al-Qur`ân ialah sebagai hudan lin-nas.

Oleh karena itu, berhubung sebagai salah satu syarat utama untuk sampai pada pengamalan ialah pemahaman, maka dari itu Kyai Sya’roni tergerak hatinya untuk menjelaskan kepada masyarakat bagaimana cara memahami al-Qur`ân dengan baik dan benar.

Pasalnya, belakangan ini banyak orang yang merasa cukup memahami al-Qur`ân dengan terjemahannya saja, terlebih jika memahami dengan terjamah dan hanya sepotong-potong, hal demikian justru jika dibiarkan begitu bisa menjadi salah satu sebab munculnya benih-benih Islam radikal.

Padahal jika seseorang dapat memahami dengan tepat teks-teks al-Qur`ân, maka yang didapat tentunya ialah Islam rahmatan lil-‘alamin. Selain itu jika berbincang mengenai cara memahami al-Qur`an, maka jawaban ialah dengan tafsir al-Qur`ân.

Itulah hal yang mendorong Kyai Sya’roni berusaha mempersiapkan jawaban dengan menyusun sebuah kitab ilmu tafsir dengan mengikuti tradisi ulama klasik, yakni memberikan penjelasan (syarh) atas kitab Mandhumah karya Syekh Abdul Aziz az-Zamzami. Di sisi lain kitab Mandhumah menjadi pilihan Kyai Sya’roni karena kitab ini dinilai paling tepat untuk dibaca oleh para pengkaji pemula (mubtadi`in) yang belum pernah mempelajari ilmu tafsir.

Oleh karena itu beliau memberi nama kitab ini dengan “At-Tashrih al-Yasir fi ‘Ilm at-Tafsir“ yang berarti menjelaskan dengan mudah tentang ilmu tafsir.

Metodologi Kitab At-Tasrih al-Yasir fi ‘Ilm at-Tafsir

Secara metodologis, kitab ini disusun secara rapi dan sistematis. Dalam Fihris (daftar isi) kitab ini diketahui penyusunan kitab ini dimulai dengan pegertian ilmu tafsir kemudian pokok pembahasan imu tafsir yang imulai dengan muqaddimah dan diakhiri dengan sebuah khatimah.

Dalam pembahasannya, kitab ini terbagi dalam enam bagian, yaitu bagian yang membahas tentang seputar turunnya al-Qur`ân, pembahasan mengenai jalur sanad pembacaan al-Qur`ân, pembahasan mengenai cara membaca al-Qur`ân, segala sesuatu mengenai lafadh-lafadhnya (lafdh ‘amm dan khass), ayat-ayat yang berhubungan dengan kajian hukum dan pembahasan mengenai seputar lafadh.

Dalam penulisan kitab ini, penulis memahami betul bahwa sebelum mempelajari al-Qur`ân hal penting yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pengenalan tentang al-Al-Qur`ân. Oleh karena itu di dalam muqaddimah diterangkan perihal al-Qur`ân sebagai kalam Allâh yang memiliki i’jaz (mengalahkan musuh).

Dalam muqaddimah juga diterangkan bahwa tafsir dan ta`wil itu berbeda. Sebab, tafsir adalah memastikan kehendak Allah dalam mengartikan suatu kalam.

Dan hal ini tidak diperbolehkan kecuali menggunakan keterangan dari Nabi atau sahabat yang hidup di masa turunnya al-Qur`ân. Sedangkan ta`wil hanya mengartikan kalam Allah dengan arti yang lebih pantas atau masyhur.

Kitab ini merupakan catatan mendasar seputar ilmu tafsir, kemudian menguraikan enam pembahasan (sittah ‘uqud).

Bagian pertama; Berisi proses diturunkannya al-Qur`ân, macam-macam surat atau ayat, mulai dari surat Makiyyah (surat yang turun sebelum Nabi Hijrah), Madaniyyah (surat yang turun pasca Nabi berhijrah), hadlari (ayat yang turun ketika Nabi saw. berada dalam rumah), safari (ayat yang turun ketika Nabi saw. sedang melakukan perjalanan), dan sebagainya.

Dalam bagian ini diterangkan bahwa al-Qur`ân diturunkan kepada Nabi tidak langsung berupa kiab yang utuh, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi.

Uraian tentang asbabun nuzul dibagi menjadi empat sifat, yaitu marfu’, munqathi’, mursal, dan mardud.

Bagian kedua; pembahasan tentang tiga jenis qira`at, yakni qira`ah mutawatir (qira`at sab’ah), qira`at ahad, dan qira`at syaddzah.

Bagian ketiga; Penulis membahas tentang cara-cara pembacaan al-Qur`an, salah satu hal yang dibahas adalah waqaf yang diklasifikasi menjadi empat tingkatan, yaitu:

a) waqf at-Tamm al-Mukhtar (waqaf pada kalimat yang sudah tidak ada hubunganya dengan kalimat yang lain, baik dari segi maknanya maupun lafadhnya),

b) waqf kafi al-ja`iz (waqaf pada kalimat yang sudah tidak ada hubunganya dengan kalimat yang lain dari segimaknanya saja),

c) waqf hasan al-mafhum (waqaf pada kalimat yang masih ada hubunganya dengan kalimat yang lain baik dari segi maknanya maupun lafadznya),

d) dan waqf qabih al-matruk (waqaf pada kalimat yang tidak bisa di faham kecuali dengan kalimat sesudahnya).

Selain itu dijelaskan pula dalam bagian ini tentang imalah (membaca harakat dengan bunyi antara fathah dan kasrah (suara e (enak), atau bunyi alif antara alif dan ya`), mad (membaca dengan memanjangkan huruf), takhfif al-hamzah (membaca dengan meringankan huruf hamzah), dan idgham (membaca dengan mengabungkan antar huruf).

Bagian keempat; Penulis memberikan penjelasan tentang lafadh-lafadh al-Qur`ân. Pada bagian ini akan dikenalkan beberapa terma seperti lafadh gharib (اللفظ الغريب), mu’arrab (المعرّب), majaz (المجاز), musytarak (المشترك), mutaradif (المترادف), isti’arah (الاستعارة), dan tasybih (التشبيه).

Tujuannya adalah agar pembaca mengetahui bagaimana lafadh-lafadh al-Qur`ân tidak cukup hanya diartikan menurut arti lughawi saja, apalagi hanya dengan membuka kamus dan terjamahnya saja, karena di balik teks-teks tersebut menyimpan sastra yang sangat dalam bagi siapapun yang ingin menggalinya.

Bagian kelima, tentang al-Qur`ân sebagai sumber hukum bagi kaum muslim. Diperkenalkan cara mentakhshish suatu ayat dengan ayat yang lain, atau dengan hadits, atau dengan cara di-ta’wil, dan sebagainya.

Bagian keenam; tentang arti lafadh yang berhubungan dengan lafadh. Sebenarnya pembahasan ini sudah dijelaskan dalam ilmu ma’ani, tetapi karena hubungannya yang erat dengan al-Qur`an maka hal ini juga dibahas tentang fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.

Corak Qira’at dalam Kitab At-Tasrih al-Yasir

Sebagai kitab karya ulama lokal, at-Tasrih al-Yasir merupakan suatu air segar yang menyejukan dan menyegarkan peminumnya dalam keadaan dahaga. Keberadaannya dalam posisi banyaknya pengkaji tafsir di Indonesia, terlebih di kota Kudus dan sekitarnya, merupakan suatu kitab yang sangat tepat untuk dipelajari bagi siapapun yang ingin mengetahui pokok-pokok dasar ilmu tafsir.

Di antara banyaknya kajian dalam ilmu tafsir, salah satu kajian pokoknya yang tidak boleh ditinggal ialah masalah kajian qira`at. Kitab ini menjelaskan jenis-jenis qira`at secara ringkas tetapi jelas, dengan berbagai alasan perbedaannya. Sanad qira`at yang dijelaskan dalam bentuk tabel di samping uraian naratif. Kecuali itu kitab ini juga menjelaskan Qira`at Mutawatirah, Qira`at Ahad, dan Qira`at Syaddzah.

Kyai Sya’roni menggarisbawahi dengan simpulan bahwa “tidak boleh menggunakan bacaan qira`at Ahad dan qira`at Syaddzah dalam shalat maupun lainya”.

Menurutnya, qira`at al-Qur`an boleh digunakan jika memenuhi syarat, yakni sahih sanadnya dan bersambung (muttashil) sampai Nabi saw., kredibel (tsiqah) imam dan perawinya, serta kompetens (dlabith) dan terkenal, bacaanya sesuai dengan lafadh bahasa Arab dan rasm ‘Utsmani. والله أعلم بالصواب

Kudus, Kamis Legi, 1 Desember 2022 7 Jumadil Ula 1444 H.

Penulis: Mahlail Syakur Sf. Pengasuh Pontren Luhur Wahid Semarang, Pengasuh Pontren Darus Sa’adah Ngembalrejo Kudus. FB: Mahlail Sya / IG: @syakur_mahlail / Twitter: @Ms2fC

Daftar Pustaka

  • Al-Qur`ân al-Karim Ahmadi, M. Sya’roni, at-Tashrih al-Yasir Fi ‘Ilmi at-Tafsir, (Kudus: t. penerbit, 2003).
  • Asroriyyah, Ana Alkhozinatul, Materi Pengajian K.H. Sya’roni Ahmadi dalam Meningkatkan Perilaku Keberagaman Mad’u Majlis Jum’at Pagi Menara Kudus, (Skripsi, STAIN Kudus, Kudus, 2015).
  • Aziz, Moh. Ali, Mengenal Tuntas Al-Qur’an, (Surabaya, Imtiyaz, 2015).
  • al-Maliki, Alwi bin Abbas, Faydl al-Khabir, (Surabaya, Dar al-Ulum as-Salafiyyah, t.t.), taqdim al-kitab.
  • Mas’ud, Abdurrahman, Kyai tanpa Pesantren (Yogyakarta: Gama Media, 2013).
  • al-Qadli, Abdul Fatah, Al-Wafi fi Syarh as-Syathibiyyah, (Kairo: Darus Salam, 2013).
  • Syakur, M., ‘Ulum al-Qur`ân (Semarang: PKPI2, 2017), cet. VII.

Tinggalkan Komentar