Apa Arti Amin dalam Doa Kita?
Kita, Umat Muslim, terbiasa mengucapkan amin (aamiin atau amien) baik setelah berdoa, saat orang lain berdoa atau juga saat selesai membaca Surat Al-Fatihah. Namun apakah arti amin tersebut?
Arti amin
Dalam bahasa Arab modern, kata ‘amin’ (آمِينَ) dikategorikan sebagai isim fiil yang berarti ‘istajib du’aana’ (اسْتَجِبْ دُعَاءَنَا) yang artinya kabulkanlah doa kami. Sedikit berbeda namun senada Imam al-Baghawi berpendapat bahwa arti amin adalah “Allahumma isma’ wa istajib” (أَللّهُمَّ اسْمَعْ وَاسْتَجِبْ) yang artinya “Tuhanku, dengar dan kabulkanlah”.
Itu artinya setiap kita mengucapkan amin berarti kita mengharapkan agar doa yang kita panjatkan terkabul dan ijabah.
Adapun mengucapkan amin setelah membaca Surat Al-Fatihah merupakan ma’tsur dari Nabi Muhammad SAW. Terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Abu Hurairah yang termaktub dalam Kitab Muwatha’-nya Imam Malik sebagai berikut:
حَدَّثَنِي يَحْيَى، عَنْ مالِكٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُمَا أَخْبَرَاهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»، قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «آمِينَ»
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Seorang Imam membaca ‘amin’ maka amin-kanlah (bacalah ‘amin’)! Sesungguhnya barangsiapa yang tepat bacaan ‘amin’-nya (dengan bacaan ‘amin’ imam) pada bacaan ‘amin’ para malaikat maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Ibnu Syihab berkata: “Rasulullah senantiasa mengucapkan ‘amin’.”
Bukan hanya dianjurkan membaca amin setelah membaca surat al-Fatihah, namun seorang makmum dianjurkan pula untuk menyelaraskan bacaan amin-nya dengan bacaan sang imam. Karena sesungguhnya ketika imam sholat mengucapkan amin maka di situ pula lah para malaikat membaca amin. Dan orang yang tepat bacaan amin-nya dengan bacaan amin Imam, dimana para malaikat juga ikut mengamininya, maka orang tersebut mendapatkan imbalan berupa diampunkannya dosa-dosa yang telah lalu.
Surat Al-fatihah sendiri merupakan surat pembuka pada al-Quran yang memang dalam surat ini bermuatan doa. Selain Surat Al-Fatihah, dianjurkan pula untuk membaca amin di akhir setiap doa yang kita panjatkan.
Ibarat sebuah stempel pada surat. Doa tanpa amin tak ubah laiknya surat perjanjian, atau pun surat permohonan tanpa stempel yang melegalisasi dan meresmikan surat tersebut.
Asal Muasal Kata “Amin”
Kata ‘Amin’ dalam doa bukan hanya diucapkan oleh umat Muslim, melainkan umat agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani juga menggunakan kata tersebut.
Amin berasal dari akar bahasa Semit yang mempunyai arti “tegas”, “tetap”, atau “yakin”, dan kata kerja Ibrani yang terkait juga amin berarti “dapat diandalkan” dan “dapat dipercaya.” Perjanjian Lama Yunani biasanya menerjemahkan amin sebagai “jadilah itu (so be it)”; dalam Alkitab bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai Truly atau Verily (sungguh-sungguh).
Bisa kita bayangkan bahwa amin sudah digunakan pula oleh Nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW, bahkan para malaikat yang notabene diciptakan sebelum manusia juga menggunakannya.
Adapun penggunaan kata ‘amin’ yang masih bisa dilacak sejarahnya yang paling awal di dalam Alkitab, amin pada awalnya muncul dan merujuk kembali pada kata-kata pembicara lain yang dengannya ada kesepakatan. Biasanya memperkenalkan pernyataan afirmatif. Untuk penekanan, seperti dalam sumpah khidmat, amin kadang-kadang diulang. Penggunaan amin awal, tunggal atau ganda, untuk memperkenalkan pernyataan serius Yesus dalam Injil (52 kali dalam Injil Sinoptik—Matius, Markus, dan Lukas—dan 25 kali dalam Injil Menurut Yohanes) tidak ada bandingannya dalam praktik Yahudi. Amin demikian menyatakan kepastian dan kebenaran pernyataan yang mengikutinya.
Penggunaan amin dalam liturgi kuil Yahudi sebagai respon oleh orang-orang pada penutupan doksologi atau doa lain yang diucapkan oleh seorang imam tampaknya telah umum pada awal abad ke-4 SM. Penggunaan amin dalam liturgi Yahudi ini diadopsi oleh orang-orang Kristen. Justin Martyr (abad ke-2 M) menunjukkan bahwa amin digunakan dalam liturgi Ekaristi dan kemudian diperkenalkan ke dalam kebaktian pembaptisan.
Lalu dalam agama kita sendiri, Islam, Nabi Muhammad SAW menganjurkan amin tersebut untuk dibaca setiap kali membaca doa dan memperbanyaknya. Karena kaum Yahudi begitu dengki atas bacaan amin umat Muslim.
حَدَّثَنَا إِسْحَاق بْنُ مَنْصُورٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ عن عَائِشَةَ، عَنْ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: “مَا حَسَدَتْكُمْ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ، مَا حَسَدَتْكُمْ عَلَى السَّلَامِ وَالتَّأْمِينِ
Dari Nabi SAW, Beliau bersabda: “Tidak ada yang didengki kaum Yahudi atas kalian terhadap sesuatu selain bacaan salam dan amiin.”
Konteks kedengkian tersebut masih bisa dilacak di abad modern ini. Di dalam situs britannica.com, disebutkan bahwa “Although Muslims make llittle use of amen, it is stated after every recital of first sura.” yang kurang lebih demikian “Meskipun umat muslim jarang menggunakan amin, amin dibacakan setelah setiap pembacaan surah pertama.”
Tentu saja ini sangat berbeda dari fakta yang ada. Di mana umat muslim selalu membaca amin setiap kali sholat (karena ada surat Al-Fatihah di dalamnya) entah itu shalat fardlu dan shalat sunah, belum lagi ketika umat muslim berdoa, baik yang dilakukan sendiri atau doa yang dilantunkan dalam majlis dzikir, pengajian, dan acara-acara yasin tahlil. Para hadirin akan mengamini dari awal bacaan doa sampai akhir. Dan ini tidak bisa dikatakan sebagai ‘jarang’.
Pembacaan amin di setiap awal surat seperti yang disebutkan oleh situs ensiklopedi barat tersebut juga berbeda dari yang diajarkan Nabi. Di mana kita hanya membaca amin di akhir Surat al-Fatihah saja. Seakan-akan ada fakta yang ingin diputarbalikkan agar menciptakan wawasan yang keliru.
Terlepas dari hal tersebut, kata ‘amin’ sudah diserap dalam bahasa Indonesia sehingga kata tersebut bisa digunakan dalam menyusun kalimat.
Seperti halnya, ‘Seorang mahasiswa mengatakan bahwa kegiatan tersebut ada kendala, kemudian Sang Professor pun mengamininya.’ Artinya Sang Professor tersebut mengiyakan dan mengafirmasi perkataan mahasiswa tersebut dan sependapat dengannya.