Mahar pernikahan merupakan salah satu dari hak seorang istri yang wajib diberikan oleh suaminya.
Dalil kewajiban tersebut salah satunya adalah berdasarkan Alquran surah an-Nisa’ ayat 4 yang berbunyi:
وَءَاتُواْ النِّسَاءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan” (QS. an-Nisa’: 4).
Menurut Salih ibn Ghanim al-Sadlan dalam bukunya yang berjudul ‘Seputar Pernikahan’, mahar adalah suatu kepemilikan yang khusus diberikan kepada wanita sebagai ungkapan untuk menghargainya, dan sebagai simbol untuk memuliakan serta membahagiakannya.
Dari definisi di atas, dapat di ketahui bahwa tujuan dari pemberian sebuah mahar adalah sebagai bentuk memuliakan dan membahagiakan seorang wanita.
Para ulama sepakat bahwa tidak ada batas maksimal terhadap mahar yang wajib diberikan oleh seorang suami. Sementara mengenai batas minimal mahar terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tiga mazhab, yakni dalam mazhab Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanafiyah.
Di dalam kitab al-Hawi al-Kabir Juz 9, Imam al-Mawardi mengatakan bahwa tiga mazhab dalam fikih yakni Mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanafi berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal mahar yang wajib diberikan kepada seorang istri.
Dalam Mazhab Maliki, sebuah mahar tidak boleh kurang dari nishab (batas) harta pencurian yang wajib dipotong tangan, yaitu seperempat dinar (1 dinar = 4,25 gram) atau tiga dirham (1 dirham = 2,975 gram perak).
Dan dalam Mazhab Hanafi, batas minimal dari sebuah mahar adalah senilai satu dinar atau sepuluh dirham. Sementara di dalam Mazhab Syafi’i, batas minimal sebuah mahar adalah paling minimalnya sesuatu yang bisa dijadikan alat tukar ataupun sesuatu yang bisa diperjual belikan.
Mazhab Syafi’i juga mensunnahkan agar laki-laki memberikan mahar tidak kurang dari satu dinar atau sepuluh dirham, hal itu dilakukan untuk keluar dari perbedaan pendapat dengan dua Mazhab sebelumnya, berdasarkan kaidah:
الْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ
“Keluar dari perbedaan pendapat adalah sebuah anjuran (sunnah)”.
Dari keterangan-keterangan di atas, bisa kita ketahui bahwa pembatasan terhadap minimal mahar dikarenakan tujuan dari mahar yaitu sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan. Penghormatan yang paling disenangi oleh seorang wanita adalah dengan memberikan yang terbaik dari apa yang kita punya selagi itu tidak terlalu berlebihan.
Penulis: Asrof Maulana, Mahasantri Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Follow IG-nya di @asyrofff_