Bisakah Anak Rodho’ (Sepersusuan) Menerima Warisan?

Kehadiran anak dalam bahtera rumah tangga adalah suatu anugerah yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan suami istri.

Terlebih bagi pasangan baru, biasanya karena tuntutan orang tua kedua belah pihak, iri dengan teman-teman yang telah mempunyai momongan, atau bahkan termotivasi dari hadist Nabi Muhammad SAW yang terdapat di kitab Riyadlul Jannah (no. 172 dan 173).

تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَومَ الْقِيَامَةِ

“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik).

Hal ini lah yang menjadi kegelisahan Ryan dan Fatimah, sudah 3 tahun menikah namun keduanya belum juga dikaruniai anak. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengasuh anak dari salah satu kerabat yang kebetulan baru melahirkan, istilah orang jawa mengatakan bahwa hal itu dijadikan “pancingan” agar mudah hamil.

Fatimah pun turut menyusui anak tersebut dan selang 2 tahun Fatimah hamil namun di saat yang bersamaan suaminya meninggal karena kecelakaan. Seperti biasanya di kalangan umat islam setiap ada orang yang meninggal akan ada pembagian harta warisan peninggalan si mayit.

Lalu apakah boleh anak rodho’(sepersusuan) yakni anak yang Fatimah asuh dari kerabatnya menerima warisan? Syekh Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi atau yang familiar dikenal dengan Imam Al-Mawardi menjelaskan di dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir tentang saudara rodho’:

فَدَلَّ هَذَانِ الْحَدِيثَانِ عَلَى أَنَّ تَحْرِيمَ الرَّضَاعَةِ كَتَحْرِيمِ النَّسَبِ فَالَّذِي يَتَعَلَّقُ عَلَيْهِ مِنْ أَحْكَامِ النِّسَبِ حُكْمَانِ

أَحَدُهُمَا: تَحْرِيمُ الْمَنَاكِحِ لِذِكْرِهِ فِي آيَةِ التَّحْرِيمِ . وَالثَّانِي: ثُبُوتُ الْمُحَرَّمِ فِي إِبَاحَةِ النَّظَرِ إِلَيْهَا وَالْخَلْوَةِ مَعَهَا – الى أن قال – فَأَمَّا مَا عَدَا هَذَيْنِ الْحُكْمَيْنِ مِنَ الْمِيرَاثِ وَالنَّفَقَةِ وَالْوِلَايَةِ وَالْحَضَانَةِ وَسُقُوطِ الْقَوَدِ، وَتَحَمُّلِ الْعَقْلِ وَالْعِتْقِ بِالْمِلْكِ وَالْمَنْعِ مِنَ الشَّهَادَةِ، فَإِنَّهُ مُخْتَصٌّ بِالنَّسَبِ دُوْنَ الرَّضَاعَةِ

“Perempuan yang haram sebab jalur rodho’ sama hukumnya seperti perempuan yang haram sebab jalur nasab, oleh karenanya konsekuensi hukum yang disebabkan adanya hubungan nasab ada 2, yakni: yang pertama adalah haram dinikahi, dan yang kedua adalah tetapnya hukum mahram (boleh melihat perempuan dan boleh berkhalwat dengannya). Selain dua di atas seperti hak waris, nafkah, perwalian, hak asuh, gugurnya kepemimpinan dan menanggung pemikiran, pembebasan sebab kepemilikan dan ditolaknya persaksian hanyalah khusus untuk hubungan nasab bukan hubungan rodho’ ”.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwasanya anak rodho’ tidak berhak menerima warisan, karena warisan hanya boleh diberikan kepada orang yang memiliki hubungan jalur nasab.

Namun orang yang di luar ahli waris (anak asuh, anak tiri dll) tetap bisa menerima harta peninggalan mayyit dengan jalur wasiat, selagi bagiannya tidak melebihi sepertiga harta peninggalan mayyit.

Wasiat bisa berdasarkan apa yang telah dikatakan/diwasiatkan oleh si mayit atau ditetapkan langsung oleh pembagi waris (tanpa ada wasiat si mayit) dengan mengedepankan maslahat bagi masa depan anak yang ditinggalkan dengan ketentuan tidak melebihi sepertiga harta peninggalan mayit. Baru setelah itu, harta peninggalan dibagikan kepada seluruh ahli waris.

Baca Juga: Ahli Waris dan Macam-macamnya

Demikian sekelumit persoalan seputar warisan dan semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bissawwab.

Penulis: Ahmad Yaafi Kholilurrahman – Alumni Pondok Pesantren Al-Amien Jember. Follow IG-nya di @Yaafie_17

Tinggalkan Komentar