Kecerdasan Imam Abu Hanifah Ketika Masih Muda

Abu Hanifah adalah salah satu dari empat ulama besar pendiri mazhab yang populer di kalangan Aswaja. Dan Mazhab Hanafi yang ada sampai sekarang merupakan salah satu bukti kecerdasan imam Abu Hanifah.

Bahkan diceritakan dalam kitab Fath al-Majid bahwa kecerdasan Imam Abu Hanifah sudah tampak ketika beliau masih muda. Tatkala beliau masih sangat muda, dengan berani beliau berdebat dengan seorang Dahriah (pengikut aliran yang meyakini bahwa yang mengatur semua hal itu adalah waktu) yang telah mengalahkan para ulama yang ada pada waktu itu. Lalu dengan sombongnya seorang Dahriah itu berkata:

هَلْ بَقِيَ مِنْ عُلَمَائِكُمْ أَحَدٌ؟

“Apakah masih ada satu orang di antara ulama kalian (yang belum aku kalahkan)?”.

Imam Abu Hanifah ketika itu meminta izin kepada gurunya, Hammad, untuk melawan sang Dahriah. Sang Guru pun mengizinkannya. Ketika melihat calon lawannya adalah seorang anak yang masih sangat muda, sang Dahriah berkata:

كَمْ مِنْ ذَوِى الْأَسْنَانِ الْكِبَارِ وَالْعَمَائِمِ الْعَظِيْمَةِ وَأَصْحَابِ الثِّيَابِ الْفَاخِرَةِ وَالْأَكْمَامِ الْوَاسِعَةِ قَدْ عَجَزُوْا عَنِّيْ فَكَيْفَ أَنْتَ تَتَكَلَّمُ مَعِيْ مَعْ صِغَارِ سِنِّكَ وَحَقَارَةِ نَفْسِكَ؟

“Berapa banyak orang yang lebih tua, orang-orang yang sorbannya besar, dan orang-orang yang memakai pakaian kebesaran dan lengan bajunya yang lebar tidak mampu untuk mengalahkanku, lalu bagaimana bisa anak kecil yang hina sepertimu bisa mengalahkanku?”,

illustrated with DALL·E

Sontak Abu Hanifah kecil pun menjawabnya dengan:

مَاوَضَعَ اللّٰهُ الْعِزَّ وَالرِّفْعَةَ لِلْعَمَائِمِ الْعَظِيْمَةِ وَأَصْحَابِ الثِّيَابِ الْفَاخِرَةِ وَالْأَكْمَامِ الْوَاسِعَةِ وَلَكِنْ وَضَعَهَا لِلْعُلَمَاءِ

“Allah tidak memberikan keagungan dan kemuliaan kepada orang yang ‘imamahnya besar ataupun orang yang memakai baju kebesaran dan lengan bajunya yang besar melainkan kepada para ulama”,

Mendengar jawaban itu, lantas seorang Dahriah itu pun mengajukan beberapa pertanyaan yang sebelumnya tidak mampu dijawab oleh ulama ketika itu.

Di antaranya adalah pertanyaan yang berbunyi “Apakah Allah itu ada? Dan jika Dia benar-benar ada di manakah Dia berada?”

Imam Abu Hanifah yang masih muda pun menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan berbalik bertanya kepada orang tersebut dengan berkata: “Apakah di dalam tubuh ini ada yang namanya ruh? Dan jika memang benar ada di manakah posisinya? Apakah berada di kepala, tangan ataupun kaki?”

Lalu orang itu pun kebingungan, di tengah kebingungan orang itu, Abu Hanifah muda meminta segelas susu lalu bertanya kepada orang itu “Apakah dia yakin bahwa susu itu manis? Dan jika iya lantas di manakah letak manisnya itu? Di bagian atas, tengah atau bawah?”

Pertanyaan-pertanyaan itupun membuat sang Dahriah tambah kebingungan dan terdiam, lalu Abu Hanifah pun berkata, “Sebagaimana ruh itu ada akan tetapi tidak ada tempatnya di dalam tubuh, dan manis itupun tidak ada tempatnya di dalam susu, begitu pula Allah, Dia ada akan tetapi Dia tidak mempunyai tempat di alam semesta”.

Dari kejadian ini kita bisa mengambil pelajaran untuk tidak memandang remeh seorangpun bagaimanapun keadaannya, sebagaimana pepatah arab pernah berkata:

لَاتَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ فَلِكُلِّ شَيْءٍ مَزِيَّةٌ

“Jangan pernah menghina orang di bawahmu, karena segala sesuatu itu pasti mempunyai kelebihan”.

Penulis: Asrof Maulana – Mahasantri Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Follow IG-nya di @asyrofff_

Tinggalkan Komentar