Masyarakat biasanya mengenal santri adalah sebagai murid yang terpelajar dibilang agama saja. Memandang bahwa santri adalah orang-orang yang hanya memahami dan belajar hingga ngantuk tentang kitab-kitab klasik.
Beranggapan bahwa santri adalah mereka yang memiliki ekonomi rendah sehingga rela hidup dalam keadaan susah dan hidup di lingkungan yang agak tertutup, sehingga banyak juga yang berpandangan bahwa santri sudah tidak diperlukan lagi peran dan eksistensinya karena kita sudah hidup dizaman modern, dimana yang kita butuhkan adalah mereka mereka yang terpelajar secara professional dengan kemoderatan globalisasinya.
Padahal mereka keliru, mungkin kekeliruan ini lahir dari ketidaktahuan dan keengganan mereka untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya. Benar, bahwa santri adalah mereka yang belajar tentang Bahasa Arab, tapi apakah santri tidak bisa Bahasa lain? No. Banyak banget kok santri yang bisa Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, Bahasa Perancis, dll.
Kemudian, benar bahwa santri adalah mereka yang dituntut fokus untuk belajar tentang ‘Ensiklopedi Agama Islam’, tapi benarkah santri tidak paham tentang ‘Ensiklopedia Politik’? Hmmm mungkin hal ini cukup menarik untuk kita bahas.
Santri dengan ‘politik’ mungkin sebagian orang memahami bahwa agama adalah sekumpulan dari aturan aturan untuk beribadah. Dan mungkin orang awam juga berpandangan bahwa isi dari agama Islam hanya seputar tentang rukun iman, rukun islam, sholat, puasa, zakat, dan haji… mungkin mereka hanya memahami agama Islam hanya sebatas itu. Dan mungkin ini jugalah yang menjadi sebab kesalahpahaman mereka tentang santri.
Mari kita pahami, sebenarnya kata “santri” ini artinya apa. Kata “santri” berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu “Shanstri” yang memiliki akar kata yang sama dengan sastra yang berarti kitab suci, agama, dan pengetahuan.
Maka kalau kita tarik pengertian santri dari bahasa Sansekerta ini dengan pengertian santri yang hidup di masyarakat akan memberikan kesimpulan bahwa santri adalah mereka yang mondok belajar tentang kitab suci dan menjalankan syariat agama islam yang haus akan pengetahuan.
Dari sini, kita dapat memahami bahwa santri juga bisa dan harus belajar hal-hal umum, termasuk tentang Politik, karena politik juga merupakan ilmu pengetahuan.
Islam Tanpa Politik
Perlu kita pahami sebagai seorang santri, bahwa sebenarnya politik itu sangat erat keterkaitannya dengan agama Islam. Bakan sampai dikatakan “Islam tanpa politik akan pincang dan politik tanpa islam akan mengalami kemunduran”.
Mengapa “Islam tanpa politik akan pincang?” kalau kita melihat saudara kita di India di Amerika, di negara minoritas islam, dapat kita dapati bahwa mereka mengalami kesulitan dalam menjalankan syariat Islam. Mereka terhambat untuk melaksanakan sholat, mereka kesulitan untuk berpuasa, mereka mendapatkan cibiran ketika hendak berhijab. Kenapa ini terjadi? Karena Islam tidak memiliki kekuatan politik disana.
Kemudian dikatakan “politik tanpa Islam akan mengalami kemunduran”, mengapa bisa? Karena Ketika politik tanpa Islam akan terjadi korupsi, ketika politik tanpa islam akan terjadi perbudakan, Ketika politik tanpa islam akan terjadi penjarahan, ketika politik tanpa islam akan terjadi politik manipulatif.
Lalu yang jadi pertanyaan, mengapa santri harus paham tentang politik? Haruskah Santri Paham Politik? Necmetin Erbakan pernah mengatakan, “Kaum muslimin yang tidak peduli dengan politik maka meraka akan diatur oleh politisi yang tidak memperdulikan kaum muslimin”. Betapa mengerikannya hal ini jika terjadi, Wahai Santri.
Ingatkah kita dengan film G-30S-PKI? Dimana ada adegan para santri yang sedang mengaji di musholla kecil dengan pencahayaan lilin kecil, tiba-tiba mereka diserang oleh pasukan PKI. Mengapa hal ini terjadi? Karena ketika itu, PKI memiliki kekuasaan politik dan ketika itu para santri minim kepeduliannya dengan politik. Sehingga para santri dianggap seperti lalat yang tidak memiliki kekuatan dan pengaruh.
Saya yakin dan percaya bahwa para santri dan santriwati pasti memiliki idola. Dan orang yang pantas kita Idolakan hanyalah Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mari kita lihat apakah Rasulullah buta akan politik? Tidak wahai santri.
Kita bisa melihat siapa Rasul kita di kota Mekkah, seorang Raja, penguasa. Bahkan di kota Mekkah Rasulullah dapat menyatukan kaum Muslimin, kaum Nasrani, dan Yahudi. Bagaimana hal ini bisa dilakukan oleh Rasulullah? Jawabannya adalah karena Rasulullah pintar berpolitik. Maka sebagai ummatnya, sebagai satri dan santriwati yang menjadikan Rasulullah sebagai panutan, kita juga harus mengikuti hal tersebut semampu kita, minimal kita paham berpolitik, minimal agar kita tidak salah dalam memilih pemimpin.
Maka untuk itu wahai santri, kami katakan bahwa santri tidak memiliki batasan dalam mempelajari ilmu pengatahuan, selagi itu tidak bertantangan dengan ajaran dan syari’at islam maka kita pelajari, karena imam Syafi’i pernah berkata: “Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139).
Kita berharap bahwa para santri yang belajar politik atau bahwa yang sudah bergerak di bidang politik untuk menjadi politik sebagai ladang amal. Utamakanlah kepentingan Islam diatas kepentingan pribadi. Jadikanlah tugas-tugas politik sebagai tugas kekhalifaan yang diamanahkan oleh Allah SWT dalam rangka mewujudkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.
Saatnya politik digunakan untuk kepentingan religi, bukan religi dijadikan kepentingan politik. Islam tanpa politik akan tertindas, politik tanpa Islam pasti menindas.
Penulis: Ahmad Zahid Harahap – Seorang Santri IG: @zahid_azha