Mencintai Nabi Muhammad Ala al-Urjuzah al-Mi’iyyah PART 5 Bait 20 – 21 Blog Series

Melanjutkan pembahasan yang lalu di Part 4, kami lanjutkan blog series ‘Mencintai Nabi Muhammad Ala al-Urjuzah al-Mi’iyyah PART 5’. Kali ini, kita akan membahas peristiwa ketika Rasulullah saw merenovasi Ka’bah.

Membangun Ka’bah

وَبَعْـــدَ خَمْـسٍ وَثَلَاثِينَ حَضَرْ (٢٠)  بُنْيَــانُ بَيْتِ اللَّهِ لَمَّـــاأَنْ دَثَرْ

“di usia 35 Nabi hadir, merenovasi Baitullah karna banjir”

Pada bait ini dijelaskan tentang keikutsertaan Nabi dalam perbaikan bangunan Baitullah. Pada saat itu beliau berusia 35 tahun.

Ibn Ishāq berkata: ketika Rasulullah berusia 35 tahun orang-orang Quraisy bersepakat untuk merenovasi Ka’bah.

Bangunan dinding-dinding Baitullah menjadi lapuk dan hancur disebabkan arus banjir bandang yang melanda, pondasi-pondasinya juga ikut rusak. Oleh sebab itu, maka bangunan Baitullah ini perlu untuk diperbaiki dan diperbarui. Dan Rasulullah ikut andil dalam proses renovasi tersebut, bahkan beliau ikut serta dalam mengangkut batu-batuan yang digunakan untuk membangun Ka’bah. Peristiwa ini terekam dalam sahih Bukhari dan Muslim ari Jabir ibn Abdillah berkata: ketika Ka’bah dibangun, Nabi dan ‘Abbas berangkat untuk mengangkuti batu-batuan. Lalu  ‘Abbas berkata kepada Nabi: jadikanlah sarungmu itu di atas lehermu untuk melindungimu dari batu tersebut! kemudian seketika Rasulullah jatuh tersungkur pingsan, kedua matanya melambung ke langit, kemudian beliau tersadar dan bertanya-tanya: di mana sarungku? Di mana sarungku? Kemudian beliau mengencangkan sarungnya.

وَحَــكَّمُوهُ وَرَضُوا بِمَـا حَكَمْ (٢١)  فِي وَضْعِ ذَاكَ الْحَجَرِ الْأَسْــوَدِ ثَمْ

“kaum Quraisy ikut putusan Nabi, dalam meletakkan batu hitam suci”

Terjadi perselisihan hebat di antara kabilah-kabilah Quraisy. Hal ini berawal di saat mereka sampai pada peletakan Hajar Aswad, siapakah di antara mereka yang pantas dan berhak untuk meletakkan batu tersebut di tempatnya? Mereka tahu bahwa batu ini memiliki posisi yang sangat istimewa sehingga perlu ada orang yang dianggap pantas untuk menaruhnya kembali. Setiap kabilah berharap merekalah yang akan memperoleh kesempatan emas dan kehormatan ini, inilah yang memicu perpecahan dan perselisihan di antara mereka. Pada kondisi yang demikian gentingnya, Rasulullah hadir sebagai penengah setelah para pembesar Quraisy bersepakat untuk mencari titik temu dan solusi atas perselisihan tersebut. Maka bertambahlah kemuliaan, keagungan dan kedudukan beliau di hadapan orang-orang Quraisy.

Ibn Ishaq berkata: kabilah-kabilah Quraisy mengumpulkan batu-batu untuk membangun ulang Ka’bah. Setiap kabilah bersatu padu dan kompak dalam proses pengumpulan batu tersebut dan kemudian membangunnya hingga sampai pada sebuah titik, yakni Hajar Aswad, terjadilah perselisihan. Setiap kabilah bersikeras untuk meletakkan batu tersebut. Pada akhirnya mereka berunding dan mengalami kebuntuan, perselisihan tak dapat dihindarkan hingga mereka siap untuk berperang. Kemudian Bani Abdiddar mendekatkan sebuah mangkuk yang dipenuhi darah, kemudian mereka dan Bani ‘Adi ibn Ka’b ibn Lu`aiy saling bersumpah siap mati. Mereka meletakkan tangan-tangan mereka di dalam mangkuk tersebut. kemudian mereka menamai sumpah tersebut dengan “la’aqatuddam”. Mereka terus berada pada kondisi demikian selama empat atau lima hari, kemudian mereka berkumpul di masjid, bermusyawarah, dan saling menengahi.

Sebagian ahli riwayat beranggapan bahwa Abu Umayyah ibn al-Mughirah ibn Abdillah ibn Umar ibn Makhzum, sesepuh Quraisy, berkata: wahai kaum Quraisy! Jadikanlah di antara kalian seseorang yang pertama kali masuk ke masjid sebagai orang yang akan menentukan dan memutuskan urusan di antara kalian semua! Orang-orang Quraisy pun melaksanakan titah Abu Umayyah tersebut. Singkat cerita, ternyata orang yang pertama kali masuk adalah Rasulullah. Ketika kaum Quraisy menyaksikan hal ini, mereka serentak berkata: inilah orang terpercaya itu! Kami rela, inilah Muhammad. Ketika Rasul telah sampai pada orang-orang Quraisy dan mereka menceritakan duduk perkaranya, maka kemudian Rasulullah berkata: bawakan kepadaku sehelai kain, kemudian mereka pun memberikan kain itu kepada beliau. Kemudian beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas kain itu dengan tangan beliau sendiri, kemudian beliau berkata: agar tiap-tiap suku memegang satu sisi dari kain ini dan kemudian angkatlah bersama-sama! Ketika mereka telah sampai pada tempat peletakan Hajar Aswad, maka kemudian Rasulullah meletakkan batu tersebut dengan tangan beliau sendiri. Sehingga kemudian pemugaran Ka’bah akhirnya selesai juga.

Keterangan Ibn Ishāq ini juga dibuktikan oleh riwayat Imam Ahmad dari Mujahid dari majikannya, yang termasuk orang yang ikut serta dalam peristiwa pemugaran Ka’bah, berkata: dulu aku memiliki sebuah batu yang aku pahat sendiri dan kemudian aku sembah. Kemudian aku sajikan susu yang telah mengental yang aku hirup sendiri kemudian ku semprotkan pada batu tersebut. Kemudian datanglah seekor anjing dan anjing tersebut menjilatinya, setelah itu anjing tersebut mengangkat satu kakinya dan kencing tepat pada batu tersebut. Singkat cerita, pada saat kami melakukan pemugaran Ka’bah hingga ketika sampai pada peletakan Hajar Aswad, tak ada seorang pun yang melihat di mana batu tersebut berada. Tiba-tiba batu tersebut muncul di tengah-tengah bebatuan kami yang bentuknya menyerupai kepala manusia dan dari batu tersebut hampir-hampir terlihat wajah seorang pria. Berkatalah salah seorang pembesar Quraisy: kami yang akan meletakkannya! Sementara kelompok yang lain mengatakan: kamilah yang akan meletakkannya! Kemudian beberapa pembesar Quraisy berkata: jadikanlah di antara kalian seorang juru damai! Mereka kembali berkata: dia adalah seseorang yang pertama kali muncul dari arah itu! Kemudian Nabi datang dan mereka berkata: telah datang kepada kalian seorang terpercaya dan merekapun menceritakan permasalahan ini kepada Nabi. Setelah mendengar penuturan orang-orang Quraisy Rasulullah menaruh Hajar Aswad di atas sebuah kain kemudian beliau memanggil para pemimpin Quraisy untuk kemudian mereka diminta untuk memegang setiap sisi dari kain untuk diangkat secara bersama-sama. Sesampainya di tempat peletakan, maka kemudian Nabi meletakkan batu tersebut di tempatnya.

Bersambung

‘Mencintai Nabi Muhammad Ala al-Urjuzah al-Mi’iyyah’ diampu langsung oleh Ust. Ubaidil Muhaimin. Nantikan update selanjutnya eksklusif hanya di insantri.com.

Tinggalkan Komentar