Mencintai Nabi Muhammad Ala al-Urjuzah al-Mi’iyyah PART 6 Bait 22 – 25 Blog Series

Melanjutkan pembahasan yang lalu di Part 5, kami lanjutkan blog series ‘Mencintai Nabi Muhammad Ala al-Urjuzah al-Mi’iyyah PART 6’. Kali ini kita akan membahas peristiwa ketika Rasulullah saw diangkat menjadi Rasul.

Menjadi Rasul

فِي يَـوْمِ الْإِثْنَيْنِ يَقِيْنًا فَانْقُــلَا22وَبَعْدَ عَـــامِ أَرْبَعِيْنَ أُرْسِـلَا

“pada saat empat puluh usianya, hari Senin wahyu kenabiannya”

Wa ba’da ‘āmi arba’īna ursilā, setelah genap 4o tahun usianya, Rasulullah diutus sebagai seorang yang menebarkan kasih sayang bagi seluruh alam dan membawa kabar baik sekaligus peringatan kepada umat manusia.

Keterangan tersebut diceritakan dari Ibnu ‘Abbās dan Jubair ibn Muth’im dan lain sebagainya dari kalangan sahabat dan tābi’īn. Dalam sahih Bukhāri Muslim diceritakan dari Ibnu ‘Abbās berkata: Rasulullah diutus pada usia 40 tahun. 13 tahun lamanya beliau menetap di Makkah dan menerima wahyu, kemudian diperintahkan kepadanya untuk berhijrah dan menetap selama 10 tahun, dan di usia 63 tahun beliau meninggal dunia.

Fī yaumil-itsnaini, hari senin merupakan hari di mana beliau diutus sebagai Nabi dan Rasul.

Yaqīnan fanqulā, riwayat tersebut bisa diyakini kebenarannya, tidak ada perselisihan di dalamnya sebab telah ditetapkan dalam hadis sahih Muslim, sebagaimana riwayat berikut ini.

Dari Abu Qatādah al-Anshāriy bahwasanya Rasulullah ditanya terkait puasa hari Senin, beliau menjawab: pada hari itu aku dilahirkan dan aku diutus atau menerima wahyu.

وَسُـــورَةُ اقْـرَأْ أَوَّلُ الْمُــنَزَّلِ23فِي رَمَضَــــانَ أَوْ رَبِيعِ الْأَوَّلِ

“bulan Ramadlan atau Rabi’u al-awwal, surah Iqra` yang diturunkan di awal”

Fī ramadlāna au rabī’il-awwali, bait ini menunjukkan adanya perbedaan di kalangan ulama terkait bulan diturunkannya wahyu atau diutusnya Rasulullah.

Ibn al-Qayyim berkata dalam Zād al-ma’ād: tidak ada perselisihan mengenai hari diutusnya Rasulullah, namun untuk bulan ada perselisihan di dalamnya. Salah satu pendapat dan tidak sedikit ulama yang mengikuti pendapat ini, mengatakan bahwa beliau di utus pada tanggal 8 Rābi’ul-awwal pada usia 41 tahun.

Dalam pendapat lain dikatakan bahwa beliau diutus pada bulan Ramadlan berdasarkan ayat:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ …  ١٨٥

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran … (QS. al-Baqarah: 185)

Para ulama yang berpedoman pada pendapat ini mengatakan bahwa di bulan Ramadlan inilah beliau kali pertama menerima wahyu.

 Namun oleh golongan pertama pendapat ini dibantah bahwa yang dimaksud turunnya al-Quran di bulan Ramadlan bukanlah yang kali pertama, akan tetapi hanya menjelaskan bahwa al-Quran diturunkan secara keseluruhan di baitul-‘izzah pada malam mulia atau lailatul-Qadr, kemudian baru diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. wallahu a’lam.

Wa sūratu-qra` awwalul-munazzali, surat yang pertama turun adalah surah Iqra` atau al-‘Alaq. Sebagaimana diriwayatkan dalam sahih Bukhāri Muslim (B No. 3, M No. 160-161).

Wudlu dan Shalat untuk Pertama Kali

جِبْرِيـلُ وَهْـيَ رَكْعَتَانِ مُحْكَمَةْ24ثُمَّ الْوُضُــوءَ وَالصَّلَاةَ عَلَّمَهْ

“Jibril mengajarkan Nabi bersyariat, tentang caranya berwudu juga salat”

Ibn Ishāq berkata: sebagian ahli ilmu berkata kepadaku, ketika salat diwajibkan kepada Rasulullah Jibril mendatangi beliau di atas kota Makkah, kemudian Jibril mendekap baginda Rasulullah menggunakan sayapnya di sebuah tepi lembah, lalu lembah tersebut memancarkan mata air. Jibril pun kemudian berwudlu untuk menunjukkan kepada Rasulullah bagaimana tata cara bersuci untuk mendirikan salat dan Rasulullah pun menyaksikannya. Setelah itu Rasulullah berwudlu sebagaimana Jibril berwudlu. Setelah itu Jibril berdiri mendirikan salat dan Rasulullah juga salat seperti yang dilakukan Jibril. Setelah selesai Jibril pun beranjak pergi.

Setelah peristiwa tersebut, kemudian Rasulullah datang menemui Khadijah, beliau berwudlu untuk menunjukkan kepada ibu Khadijah bagaimana tata cara bersuci untuk salat sebagimana yang telah ditunjukkan oleh Jibril. Kemudian ibu Khadijah berwudlu sebagaimana wudlunya Rasulullah. Beliau kemudian mendirikan salat bersama ibu Khadijah sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Jibril kepada beliau.

As-Suhailiy berkata dalam ar-Raudl al-unuf: hadis ini terputus dalam sirah, dan hadis yang semisalnya sama sekali tidak terdapat alam hukum-hukum syar’i. Akan tetapi ada sanad riwayat marfū’ yang sampai pada Zaid ibn Hāritsah, hanya saja ada juga hadis dla’īf yang ada pada Abdullah ibn Luhai’ah.

Hadis Zaid ini sejalan dengan riwayat Imam Ahmad, Ibn Mājah, al-Hākim dan lain sebagainya dari Zaid ibn Hāritsah dari Nabi: sesungguhnya Jibril mendatangi Nabi di awal mula turunnya wahyu, kemudian Jibril mengajari beliau tata cara berwudlu dan salat. Setelah berwudlu beliau mengambil segayung air dan memercikkannya pada farji beliau. Ada Ibn Luhai’ah dalam sanad hadis ini, namun orang ini bisa diikuti. Oleh sebab itu al-Albani memasukkannya dalam al-Silsilah ash-Shahīhah-nya.

فَرَمَتِ الْجِنَّ نُجُــومٌ هَـــائِلَـــةْ25ثُمَّ مَضَـتْ عِشْرُونَ يَوْمًا كَامِلَةْ

Dua puluh hari diutusnya Nabi, bintang merajam para jin pencuri

Tsumma madlat ‘isyrūna yauman kāmilah, dua puluh hari setelah diutus.

Faramatil-jinna, jin-jin yang suka mencuri informasi-informasi langit.

Nujūmun, bintang-bintang. Bintang-bintang ini digunakan untuk menjaga langit dari ulah jin yang ingin menerobos ke langit dalam upayanya untuk mencuri berita-berita. Allah menjelaskan ini dalam ayat berikut.

وَأَنَّا لَمَسۡنَا ٱلسَّمَآءَ فَوَجَدۡنَٰهَا مُلِئَتۡ حَرَسٗا شَدِيدٗا وَشُهُبٗا  ٨ وَأَنَّا كُنَّا نَقۡعُدُ مِنۡهَا مَقَٰعِدَ لِلسَّمۡعِۖ فَمَن يَسۡتَمِعِ ٱلۡأٓنَ يَجِدۡ لَهُۥ شِهَابٗا رَّصَدٗا  ٩

8.  dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. 9.  dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (QS. al-Jinn: 8-9)

Hā`ilah, sesuatu yang menakutkan. Ketakutan atas suatu perkara yang tak diketahui dari mana ia datang. Tiba-tiba menyerang tanpa sepengetahuan.

Ibn al-Jauziy berkata: para pakar sejarah menyatakan bahwa setelah duapuluh hari diutusnya Rasulullah sebagai utusan, kaum Quraisy menyaksikan bintang-bintang langit yang menyambar.

Imam Ahmad, at-Tirmidzīy, dan lain sebagainya meriwayatkan dari Ibn ‘Abbās berkata: dulu jin-jin mampu naik ke langit untuk mendengarkan wahyu, ketika mereka mendengarkan sebuah kata maka mereka menambahkan sembilan kata lainnya. Adapun satu kalimat tersebut adalah kebenaran dan selebihnya adalah kebatilan. Ketika Rasulullah diutus maka mereka tercegah untuk menduduki tempat-tempat tersebut (tempat mencuri berita langit). Lalu mereka sampaikan hal itu kepada iblis. Bintang-bintang tak pernah menghunjam kepada mereka sebelumnya. Iblis berkata kepada mereka: hal ini tidak lain dikarenakan telah terjadi sesuatu di bumi. Kemudian iblis mengirim bala tentaranya dan mereka mejumpai Rasulullah sedang mendirikan salat di antara dua gunung. Kemudian jin-jin tersebut melaporkan apa yang mereka lihat kepada iblis dan iblis kemudian berkata: inilah yang menyebabkan semua ini terjadi (panah-panah api yang menyambar para jin yang mencuri berita atau wahyu langit).

Tinggalkan Komentar