Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa (الْمُلْحَقُ بِنِعْمَ وَبِئْسَ)

Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa (الْمُلْحَقُ بِنِعْمَ وَبِئْسَ)

Pengertian Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa

Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa adalah setiap fi’il yang menyerupai ni’ma wa bi’sa dalam hal mengekspresikan pujian atau pun celaan, dan ia berupa fi’il tsulatsiy mujarrad ber-wazan ‘فَعُلَ’ (dibaca dlummah ‘ain-nya) dengan syarat ia memungkinkan untuk dibentuk menjadi fiil Ta’ajjub.

Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap fiil yang bisa menjadi fiil Ta’ajjub bisa menjadi mulhaq bi ni’ma wa bi’sa.

:نحو

كَرُمَ الْفَتَى زُهَيْرٌ

Betapa mulianya seorang pemuda yakni Zuhair

لَؤُمَ الْخَائِنُ فُلَانٌ

Betapa hinanya orang yang berkhianat yakni Si Fulan

Silahkan membaca pembahasan mengenai Ni’ma wa Bi’sa (Af’al al-Madhi wa adz-Dzamm) pada artikel sebelumnya.

Ketentuan Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa

Seperti halnya sudah disebutkan di atas, bahwa mulhaq-nya ni’ma wa bi’sa harus berupa fiil berwazan fa’ula  (فَعُلَ) karena wazan ini (fa’ula) menunjukkan keadaan dan sifat bawaan manusia yang berhak mendapat pujian atau celaan.

:نحو

حَسُنَ الرَّجُلُ زَيْدٌ

Betapa baiknya seorang lelaki yakni zaid

Adapun jika ia secara asalnya tidak berwazan fa’ula maka harus dirubah mengikuti wazan fa’ula. Seperti halnya ‘كَتَبَ’ dan ‘فَهِمَ’ harus dirubah agar dibaca dlummah ‘ain fiilnya untuk menjadi mulhaq-nya ni’ma wa bi’sa.

:نحو

كَتُبَ الرَّجُلُ خَالِدٌ

فَهُمَ التِّلْمِيْذُ زَيْدٌ

Begitu juga dengan ‘جَهِلَ’ dan ‘كَذَبَ’.

:نحو

جَهُلَ الْفَتَى فُلَانٌ

كَذُبَ الرَّجُلُ فُلَانٌ

Adapun jika fiil berupa fiil mu’tall akhir seperti halnya:

قَضِيَ, رَمَى, غَزَا, رَضِيَ, صَدِيَ

Maka huruf akhirnya dirubah menjadi wawu agar bisa menyesuaikan dengan wazan fa’ula (فَعُلَ) yang ‘ain fi’ilnya berharakat dlummah menjadi

قَضُوَ, رَمُوَ, غَزُوَ, رَضُوَ, صَدُوَ

Namun jika fiil berupa fiil mu’tall ‘ain seperti halnya ‘جَادَ dan  سَادَ’ maka ia tetap pada keadaannya semula dan perpindahan wazannya menjadi fa’ula (فَعُلَ) hanya ditaqdirkan.

Begitu juga dengan ‘سَاءَ’ yang telah dibahas pada artikel sebelumnya. Ia adalah fi’il mu’tall ‘ain yang bisa dijadikan mulhaqnya bi’sa (بِئْسَ).

Asalnya yaitu ‘سَوَأَ’ kemudian diikutkan wazan fa’ula (فَعُلَ) menjadi ‘سَوُأَ’. Kemudian wawu tersebut dirubah menjadi alif karena huruf sebelumnya berharakat sehingga menjadi ‘سَاءَ’.

Hukum Mulhaq bi Ni’ma wa bi’sa

Mulhaq bi ni’ma wa bi’sa berlaku sebagaimana ni’ma dan bi’sa dari segi kejumudannya (tidak bisa ditashrif), dan segi memunculkan arti pujian atau celaan akan tetapi mulhaq bi ni’ma wa bi’sa juga mengandung makna ta’ajjub. Begitu juga dari segi fa’il dan makhshush-nya, keduanya sama.

Maka fa’ilnya sebagaimana failnya ni’ma dan bi’sa.

Adakalanya failnya berupa isim dhahir yang dima’rifatkan dengan al (ال). Contoh:

عَقُلَ الْفَتَى زُهَيْرًا

Atau fail nya berupa mudlof pada isim dhahir yang ma’rifat bi al. Contoh:

قَرُأَ غُلَامُ الرَّجُلِ خَالِدًا

Atau juga failnya berupa dlamir mustatir bersama isim nakirah setelahnya yang dibaca nashab sebagai tamyiz. Contoh:

هَدُوَ رَجُلًا عَلِيٌّ

Akan tetapi jika failnya dhahir maka failnya berbeda dengan failnya ni’ma wa bi’sa dalam dua hal, yaitu:

1. Boleh sepi dari al (ال).

Yang mana hal ini tidak diperbolehkan dalam fa’ilnya ni’ma wa bi’sa. Contoh:

خَطُبَ عَلِيٌّ

2. Boleh fa’ilnya dibaca jarr dengan ba’ zaidah jika fi’ilnya juga menunjukkan makna ta’ajjub.

Hal ini karena untuk menyerupakannya pada ‘af’il bihi’ (أَفْعِلْ بِهِ) dalam bab ta’ajjub. Contoh:

شَجُعَ بِخَالِدٍ

Adapun failnya mulhaq bi ni’ma wa bi’sa yang berupa dlamir mustatir yang kembali kepada tamyiz yang jatuh setelahnya boleh fiilnya menggunakan satu lafadh untuk semuanya . Contoh:

الْمُجْتَهِدَةُ حَسُنَ فَتَاةً

الْمُجْتَهِدَانِ حَسُنَ فَتَيَيْنِ

الْمُجْتَهِدُوْنَ حَسُنَ فِتْيَانًا

الْمُجْتَهِدَاتُ حَسُنَ فَتَيَاتٍ

Sama halnya pada bab ni’ma wa bi’sa yang memang harus demikian. Contoh:

الْمُجْتَهِدَةُ نِعْمَ فَتَاةً

الْمُجْتَهِدَانِ نِعْمَ فَتَيَيْنِ

الْمُجْتَهِدُوْنَ نِعْمَ فِتْيَانًا

الْمُجْتَهِدَاتُ نِعْمَ فَتَيَاتٍ

Namun berbeda dengan ni’ma wa bi’sa, mulhaq-nya ni’ma wa bi’sa yang failnya berupa dlamir mustatir yang kembali kepada tamyiz yang jatuh setelahnya bisa menyesuaikan dengan isim yang jatuh sebelumnya dari segi mufrad, tatsniyah, jama’, mudzakkar dan muannatsnya. Contoh:

الْمُجْتَهِدُ حَسُنَ فَتًى

الْمُجْتَهِدَةُ حَسُنَتْ فَتَاةً

الْمُجْتَهِدَانِ حَسُنَا فَتَيَيْنِ

الْمُجْتَهِدُوْنَ حَسُنُوْا فِتْيَانًا

الْمُجْتَهِدَاتُ حَسُنَّ فَتَيَاتٍ

Adapun ni’ma wa bi’sa sebagaimana telah dibahas sebelumnya hanya bissa menggunakan satu lafadh.

Maksudnya yaitu fa’il ni’ma wa bi’sa berupa dlomir mufrad mustatir yang kembali kepada tamyiz setelahnya.

Di sini, hanya ada satu pengecualian yakni ketika dlomir tersebut kembali pada muannats maka boleh menyertakan ta’ ta’nits.

Demikian pembahasan mengenai Mulhaq bi Ni’ma wa Bi’sa dari mulai pengertian, ketentuan dan hukum yang menyertainya.

Tinggalkan Komentar