Rasulullah pun Menikah
Rasulullah saw adalah manusia seperti kita semua, yang membedakan adalah bahwa beliau dianugerahi wahyu dan risalah oleh Allah. Oleh karena itu, beliau melakukan hal-hal seperti manusia pada umumnya, seperti menikah.
Banyak musuh Islam menganggap bahwa Nabi memiliki syahwat besar dan tidak puas dengan hanya memiliki satu atau empat istri, namun ini tidak benar. Jika Nabi memang bersyahwat besar, mengapa beliau tidak menikahi wanita-wanita muda dan perawan? Sebenarnya, kebanyakan istri Nabi adalah janda kecuali Aisyah ra.
Dari sini, dapat dipastikan bahwa anggapan musuh Islam mengenai Nabi yang memiliki syahwat besar telah terbantahkan. Lantas, apa hikmah di balik pernikahan Nabi dengan lebih dari satu istri?
Pernikahan Rasulullah saw Mempunyai Beberapa Hikmah
Di dalam kitab Rawaih al-Bayan fi Tafsiri Ayat al-Ahkam karangan Syaikh Ali As-Shabuni, beliau menjelaskan hikmah pernikahan Rasulullah saw sebagai berikut:
إن الحكمة من تعدد زوجات الرسول كثيرة ومتشعبة، ويمكننا أن نجملها فيما يلي: أولا الحكمة التعليمية، ثانيا الحكمة التشريعية، ثالثا الحكمة الإحتماعية، رابعا الحكمة السياسية
“Hikmah di balik banyaknya istri Nabi itu sangat banyak dan beragam, dan dapat kita rangkum sebagai berikut: Pertama, hikmah pendidikan, kedua hikmah pensyariatan, ketiga hikmah sosial, dan keempat hikmah politik.”
(1) Hikmah pendidikan
Tujuan yang paling mendasar dari pernikahan Rasulullah adalah untuk memunculkan belasan pengajar untuk perempuan, yang mengajari mereka seputar hukum-hukum syariah.
Hal ini dilatarbelakangi, kalangan perempuan pada masa Rasulullah yang merasa malu untuk bertanya kepada beliau tentang hukum syariah, terutama yang berkaitan dengan mereka, seperti haid, nifas, jinabah, hubungan suami isteri dan lain-lain.
Pun demikian juga Rasulullah, Beliau juga seorang yang mempunyai rasa malu yang sempurna, sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa literatur hadis. Sehingga beliau tidak mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dari kalangan wanita secara jelas dan mendetil.
Bahkan terkadang jawaban itu hanya berupa kiasan yang tidak mudah dipaham. Dengan pernikahan inilah Rasulullah dapat mengajari istri istrinya tentang masalah seputar perempuan dengan mendetail kemudian hal ini dapat dijadikan istri nabi untuk mengajari perempuan lain.
(2) Hikmah Pensyariatan
Hikmah pernikahan Rasulullah selanjutnya adalah hikmah pensyariatan hukum, yakni membatalkan hukum tabanni (mengangkat anak) yang dilakukan oleh orang Arab pada masa itu, dan mereka menganggap anak angkat seperti anak sendiri dalam segala hak, seperti pembagian harta warisan, dan larangan orang tua angkat untuk menikahi mantan isteri anak angkat.
Hikmah ini terdapat pada pernikahan Rasulullah dengan Sayidah Zainab yang sebelumnya menjadi isteri dari Zaid bin Haritsah putra angkat beliau.
(3) Hikmah Sosial
Hikmah ini dapat diambil dari pernikahan Rasulullah saw dengan putri dari sahabat rasul Abu Bakar dan Umar yakni Sayyidah Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti Umar bin Khattab.
Dengan pernikahan ini, hubungan antara Rasulullah dengan Abu Bakar – sebagai orang yang membenarkan beliau sehingga diberi gelar Ash-Shiddiq dan termasuk orang-orang yang masuk Islam pertama kali – menjadi semakin erat dan kuat. Begitu pula hubungan Rasulullah dan Umar bin Khatthab.
(4) Hikmah Politik
Hikmah dapat diambil dari pernikahan Rasulullah saw dengan Juwairiyah puteri pemimpin Bani Musthaliq, yaitu Al-Harits. Sayidah Juwairiyah sebelumnya merupakan tahanan perang, namun kemudian dinikahi oleh Rasulullah setelah ia ingin membebaskan dirinya dengan membayar sejumlah tebusan.
Dengan jalan pernikahan ini, terjadi hubungan kekerabatan antara kedua keluarga mempelai, sehingga dalam hal ini Bani Musthaliq seolah mendapat anugerah dan penghargaan, oleh karena itu mereka berbondong-bondong masuk Islam dan menjadi bagian dari orang-orang yang beriman.
Secara keseluruhan, pernikahan Rasulullah dengan lebih dari satu istri memiliki hikmah yang sangat beragam, mulai dari hikmah pendidikan, pensyariatan, sosial, hingga politik. Nabi mampu memberikan contoh bagaimana cara memperlakukan istri-istri secara adil dan menjadi teladan bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran agama.
Selain itu, pernikahan Nabi juga menunjukkan bahwa Islam memberikan panduan yang jelas tentang pernikahan dan kehidupan keluarga. Dalam aspek sosial, pernikahan Nabi juga membawa manfaat bagi masyarakat seperti memperkuat hubungan antar suku dan klan. Sedangkan dalam aspek politik, pernikahan Nabi mampu membentuk persekutuan dengan suku-suku tertentu dan menjalin hubungan diplomasi dengan bangsa lain.
Oleh karena itu, kita dapat mempelajari hikmah-hikmah tersebut dan mengambil pelajaran yang positif dari pernikahan Rasulullah dengan lebih dari satu istri dalam menjalani kehidupan dan mempraktikkan ajaran Islam.
Penulis: Ahmad Yaafi Kholilurrohman. Alumni Santri Pon. Pes. Al-Amien Jember. Instagram: @Yaafie_17
Editor: Mudhofar. Twitter: @Mudhoffarun