Dalam beberapa versi tafsir, terdapat kisah yang menceritakan dua utusan Nabi Isa as yang disusul utusan ketiga kepada Ashhab al-Qaryah atau penduduk Anthakiyah (Anthiochia) yang disinggung dalam Surat Yaa Siin ayat 13-14.
Penduduk Anthakiyah tidak percaya kepada utusan tersebut dengan dalih bahwa mereka tidak lain adalah manusia biasa seperti mereka. Hal tersebut dirasa tidak mungkin jika utusan Tuhan adalah berbentuk manusia, bukan malaikat. Utusan tersebut pun dianggap sebagai pendusta. (Lihat Yaasiin: 15)
Padahal mereka adalah benar-benar utusan yang memiliki bukti yang sangat jelas. (Lihat Yaasiin: 16-17)
Penduduk Anthakiyah (ashhab al-qaryah) juga menyalahkan kepada utusan-utusan tersebut di saat kesialan (tathayyur) menimpa mereka. Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa salah satu kesialan mereka adalah tidak mengalami hujan dalam waktu yang lama.
Mereka juga mengancam jika para utusan tidak berhenti dari dakwahnya maka mereka akan merajam para utusan dan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat pedih. Padahal kesialan tersebut adalah bersumber dari kekufuran mereka sendiri.
Di saat Habib an-Najar mendengar kabar bahwa sosok penolongnya yakni utusan-utusan Nabi Isa as didustakan oleh kaumnya sendiri, ia bergegas dari sisi terjauh kota menuju pusat kota untuk menghentikan perbuatan kaumnya tersebut.
Habib an-Najar tidak lain adalah pria tua yang kedua utusan Nabi Isa as temui sebelum mereka tiba di kota Anthakiyah. Habib an-Najar adalah penyembah berhala yang akhirnya beriman setelah bertemu kedua utusan tersebut.
Di antara penjelasan pria yang ingin menghentikan siksaan kaumnya kepada para utusan tersebut adalah agar mereka mengikuti utusan-utusan tersebut yang mana mereka adalah orang yang ikhlas dalam berdakwah karena mereka sama sekali tidak mengharapkan upah.
Ia juga menjelaskan betapa tidak mungkinnya ia jika tidak menyembah pada Tuhan yang telah menciptakannya dan kepadaNya pula semua manusia kembali.
“Apakah aku akan mengambil tuhan-tuhan selain Dia, jikalau Ar-Rahmaan (Tuhan Yang Maha Pengasih) menghendaki diriku mendapatkan bencana maka pertolongan mereka tidak berguna sama sekali dan mereka tidak dapat menyelamatkanku” (Yaasiin: 23)
“Sungguh jika aku begitu (menyembah selain Allah), pasti aku akan berada dalam kesesatan yang nyata” (Yaasiin: 24)
Sayangnya, Habib an-Najar justru dieksekusi mati oleh kaumnya sendiri. Ia adalah orang yang dijamin masuk surga karena telah membela para utusan. Keteguhan iman Habib an-Najar telah menuntunnya untuk berani membela para utusan Nabi Isa as, maka sudah jelas surga sangat layak sebagai balasan untuk Habib.
Kejahatan kaumnya tersebut tidak akan terjadi jika memang mereka tahu pengampunan yang telah Allah berikan kepada Habib an-Najar dan kedudukan yang tinggi yang telah Allah jadikan untuk Habib an-Najar bersama orang-orang yang dimuliakan.
Atas kekejian dan kesesatan kaum Ashhab al-Qaryah, Allah menurunkan siksa kepada mereka namun bukan dengan menurunkan bala tentara dari langit (para malaikat) untuk menghancurkan mereka melainkan hanya sebuah teriakan yang akhirnya membuat mereka mati.
Di dalam tafsirnya diterangkan bahwa Allah tidak menurunkan bala tentara dari langit setelah kejadian tersebut karena menilai keadaan mereka sangat rendah dan hina sehingga Allah hanya memerintahkan kepada malaikat Jibril untuk berteriak sekali kepada mereka.
Itu dia kisah kehancuran Ashhab al-Qaryah (Penduduk Anthakiyah) setelah mendustakan Utusan-utusan Nabi Isa AS. Sungguh malang sekali kisah-kisah umat-umat terdahulu, ketika datang rasul (utusan dari Allah) kepada mereka justru mereka menertawakannya sehingga mereka mendapatkan adzab dari Allah swt.