Dalam Surat Yaa Siin tepatnya pada ayat ke 13-30, Nabi Muhammad saw mendapatkan perintah untuk menceritakan sebuah kisah Ashhab al-Qaryah atau sebuah kaum di Kota Anthakiyah (Antiokhia) yang didatangi oleh beberapa utusan. Ayat tersebut menurut tafsirnya, menceritakan kisah utusan Nabi Isa di Kota Anthakiyah.
Ayat 13-14 menyinggung garis besar cerita tersebut, ayat tersebut adalah:
وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا أَصْحَٰبَ ٱلْقَرْيَةِ إِذْ جَآءَهَا ٱلْمُرْسَلُونَ ١٣
إِذْ أَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمُ ٱثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوٓا۟ إِنَّآ إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ ١٤
13. Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri (Anthakiyah) ketika utusan-utusan datang kepada mereka;
14. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang di utus kepadamu”.
Dalam Hasyiyat ash-Shawi (Syarh Tafsir Jalalain), kisah tersebut diterangkan lebih lanjut. Kisah ini diperintahkan untuk diceritakan oleh Nabi Muhammad saw agar kaumnya bisa mengambil hikmah dari cerita tersebut kemudian agar mereka bisa beriman.
Siapakah Ashhab al-Qaryah?
Menurut beberapa tafsir, Ashhab al-qaryah adalah penduduk negara Anthakiyah. Anthakiyah (atau Inthakiyah) adalah sebuah negara/kota di negara Romawi. Di sekelilingnya, terdapat tembok besar dari batu yang besar. Letak kota tersebut di antara lima gunung dan luasnya sekitar 12 mil (sekitar 19 Km2).
Anthakiyah/Anthiochia merupakan kota helenistik kuno di wilayah Turki modern, di tepi timur Sungai El Asi. Nama modern kota ini adalah Antakya, nama ini (Antakya) diperoleh selama penaklukan kota oleh Arab pada abad ke-7.
Bertemu dengan Habib an-Najar
Kisah bermula di saat Nabi Isa mengirimkan dua utusan dari Hawariyyun kepada penduduk Anthakiyah. Kedua utusan tersebut bernama Shadiq dan Mashduq. Adapun Hawariyyun adalah sahabat-sahabat yang setia mengikuti Nabi Isa as serta menolong dakwahnya.
Ketika kedua utusan tersebut mulai mendekati kota Anthakiyah, mereka bertemu dengan seorang pria tua yang sedang menggembala beberapa kambing kecil. Namanya adalah Habib an-Najar. Kemudian kedua utusan tersebut mengucapkan salam kepadanya dan terjadilah percakapan:
“Siapakah kalian berdua?”, tanya Habib an-Najar.
“Kami adalah kedua utusan Nabi Isa as, kami ditugaskan untuk mengajak kalian dari menyembah berhala kepada menyembah Allah ar-Rahman”, jawab kedua utusan.
“Apakah kalian memiliki bukti (tanda/ayat)?”, tanya Habib lagi.
“Ya, kami dapat menyembuhkan orang yang sakit, juga orang yang buta dan pengidap penyakit lepra dengan izin Allah taala”, jawab kedua utusan tersebut.
Kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit tersebut menjadi karamah bagi mereka berdua sekaligus mu’jizat bagi Nabi Isa as karena tatkala Nabi Isa mengutus kedua sahabat hawariyyun-nya ini, tidak lupa Beliau as menitipkan mu’jizat-nya kepada mereka berdua.
“Kebetulan, aku memiliki seorang anak yang sakit selama bertahun-tahun”, ucap Habib.
“Mari berangkat bersama untuk melihat keadaannya”, balas kedua utusan Nabi Isa as.
Lalu kedua utusan tersebut bertemu dengan anak Habib an-Najar yang sedang sakit. Kemudian mereka mengusap tubuh anak tersebut. Saat itu juga dengan izin Allah swt, anak tersebut berdiri dan sehat. Kabar kesembuhan anak tersebut menyebar di kota Anthakiyah hingga banyak penduduk yang sakit dapat disembuhkan oleh kedua utusan tersebut berkat Allah swt.
Bertemu Sang Raja
Di kota Anthakiyah terdapat seorang raja yang menyembah berhala, nama raja tersebut adalah Inthikha. Ketika kabar tersebut sampai ke telinga Sang Raja, Raja pun memanggil kedua utusan Nabi Isa as.
“Siapakah kamu berdua?”, tanya Sang Raja.
“Kami adalah kedua utusan Nabi Isa as”, jawab kedua utusan tersebut.
“Ada urusan apa kalian datang ke sini?”, tanya Sang Raja lagi.
“Kami ditugaskan untuk mengajakmu dari menyembah berhala yang tidak bisa mendengar dan melihat kepada menyembah Tuhan yang bisa mendengar dan melihat”, jawab kedua utusan.
“Apakah kami memiliki tuhan lagi selain tuhan-tuhan kami?”, tanya Sang Raja.
“Ya, Dialah Tuhan yang menciptakanmu dan tuhan-tuhanmu”, jawab kedua utusan tersebut dengan tegas.
“Berdirilah kalian berdua! Sekarang tunggulah akibat ucapanmu!”, balas Sang Raja yang naik pitam.
Kemudian kedua utusan Nabi Isa as diarak oleh banyak orang. Nampaknya kedua utusan tersebut dihukum atas murka Sang Raja. Kedua utusan tersebut akhirnya dicambuk sebanyak seratus kali hingga kemudian keduanya dijebloskan ke dalam jeruji besi.
Datangnya Utusan Ketiga
Ketika keduanya didustakan dan diberi hukuman oleh penduduk Anthakiyah (ashhab al-qaryah), Nabi Isa as mengirimkan lagi satu utusan yang menjadi kepala Hawariyyun yang bernama Syam’un ash-Shafiy untuk melihat bagaimana keadaan Shadiq dan Mashduq.
Lantas, Syam’un masuk ke dalam kota Anthakiyah dengan keadaan seperti orang yang munkar. Dalam arti Syam’un tidak memperlihatkan keimanannya dan membaur sebagaimana penduduk Anthakiyah dalam perilaku dan pakaiannya.
Akhirnya Syam’un mampu masuk bahkan berkawan dengan orang-orang di sekitar raja hingga mereka sangat menyukai Syam’un. Ketika keberadaannya menyita perhatian Sang Raja, Raja pun mengundang Syam’un untuk bertemu hingga akhirnya Sang Raja pun nyaman dan senang dengan Syam’un sampai-sampai Sang Raja memuliakannya dan sangat menerima keberadaannya di sisinya.
Hingga pada suatu hari, Syam’un memberanikan diri untuk bertanya kepada sang raja.
“Telah sampai padaku bahwa engkau sudah menahan dua orang lelaki di penjara, bahkan engkau juga menghukum mereka ketika mereka berdakwah kepadamu untuk meninggalkan agamamu. Lantas, apakah yang engkau ucapkan kepada mereka dan apa yang engkau dengar dari mereka?”.
“Rasa amarah telah menghalangi antara aku dan percakapan waktu itu”, ungkap Sang Raja.
“Aku paham, Wahai Raja. Cobalah engkau datangkan kembali kedua orang tersebut sehingga aku bisa melihat apa yang mereka miliki”, ucap Syam’un memberikan saran.
Kemudian kedua utusan Nabi Isa as didatangkan lagi di hadapan Sang Raja. Kemudian Syam’un pun berkata:
“Siapakah yang sudah mengutus kalian berdua ke sini?”, tanya Syam’un.
“Allah Dzat yang menciptakan segala sesuatu dan tiada satu pun sekutu bagiNya”, jawab Shadiq dan Mashduq.
“Gambarkan sifatNya dengan ringkas”, kata Syam’un.
“Sesungguhnya Dia melakukan apa saja yang Ia kehendaki dan memutuskan apa saja yang Ia inginkan”, balas kedua utusan tersebut.
“Lantas apa bukti atas diutusnya kalian berdua?” tanya Syam’un.
“Apa pun yang engkau inginkan”, jawab kedua utusan tersebut dengan mantap.
Tentu saja dalam percakapan ini, Syam’un berpura-pura tidak mengenali kedua sahabatnya tersebut.
Setelah Mendengar jawaban tersebut, Sang raja memberi perintah kepada bawahannya untuk mendatangkan seorang anak yang tidak memiliki mata yang mana tempat matanya sama-sama rata seperti dahi anak tersebut.
Kedua utusan Nabi Isa as, Shadiq dan Mashduq, tidak berhenti dan terus menerus berdoa kepada Allah swt untuk kesembuhan anak ini, hingga kedua tempat mata anak tersebut terbelah membentuk kelopak mata. Kemudian mereka berdua mengambil dua butir tanah lalu mereka masukkan perlahan ke dalam kedua kelopak mata anak ini hingga keduanya berubah menjadi bola mata dan pada akhirnya anak tersebut mampu melihat.
Sang Raja pun terkagum-kagum melihat hal ini. Lalu Syam’un berkata kepada Sang Raja:
“Jika engkau meminta tuhan-tuhanmu hingga tuhan-tuhanmu bisa melakukan hal seperti ini, maka kemulian bagimu dan tuhan-tuhanmu.”
“Aku sudah tidak memiliki rahasia yang tersembunyi darimu. Sungguh, tuhanku yang aku sembah selama ini tidak bisa mendengar maupun melihat dan tidak bisa membahayakan maupun memberi manfaat”, ungkap Sang Raja.
Sebelumnya, Syam’un sudah bersama raja memasuki kuil berhala. Di sana, Syam’un shalat dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan hingga penduduk Anthakiyah mengira bahwa Syam’un berkeyakinan yang sejalan atas agama mereka.
Kembali pada cerita. Selanjutnya, Sang Raja berkata kepada kedua utusan Nabi Isa as:
“Jika Tuhan yang kalian berdua sembah mampu menghidupkan orang yang sudah mati, maka aku akan beriman kepadaNya dan kalian berdua”.
“Tuhan kami berkuasa atas segala sesuatu”, ungkap kedua utusan tersebut.
Kemudia Raja pun mulai menerangkan:
“Sesungguhnya di sini terdapat mayat yang sudah mati sejak tujuh hari lalu, ia adalah anak dari seorang gubernur. Aku mengundur penguburannya dikarenakan ayahnya belum kunjung datang. Ayahnya sudah tak terlihat dan sudah berubah”.
Nampak kedua utusan Nabi Isa as mulai berdoa kepada Allah, sedangkan secara diam-diam Syam’un pun berdoa kepada Allah.
Lalu mayat tersebut pun bangun dan hidup kembali, ia pun berkata:
“Aku sudah mati semenjak tujuh hari lalu. Aku adalah orang musyrik dan aku telah dimasukkan ke dalam tujuh jurang dari api neraka. Kini, aku peringatkan kepada kalian untuk meninggalkan kesyirikan kalian, berimanlah kepada Allah swt!”.
Kemudian orang yang baru bangkit dari kematian tersebut berkata lagi:
“Pintu-pintu langit telah terbuka, lalu aku melihat pemuda tampan memberikan syafaat kepada ketiga orang ini, Syam’un dan kedua orang ini (ia menunjukkan dengan tangannya). Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Isa adalah Ruh Allah dan Kalimatullah”
Sang Raja takjub melihat kejadian luar biasa tersebut. Kemudian ketika Syam’un menyadari ucapannya berpengaruh kepada raja, saat itu juga ia memberitahu raja bahwa sesungguhnya dirinya juga utusan Nabi Isa as. Kemudian Syam’un mengajak Raja untuk beriman dan akhirnya Sang Raja pun beriman.
Bersama raja terdapat sekelompok orang yang ikut beriman, sedangkan yang lainnya tetap pada kesyirikannya.
Selanjutnya => Kehancuran Ashhab al-Qaryah (Penduduk Anthakiyah) setelah Mendustakan Utusan-utusan