Self Healing atau Penyembuhan Hati Ala Santri

Self Healing atau Penyembuhan Hati Ala Santri

Namanya juga kehidupan, ada kalanya kita bahagia dan bangga, namun ada juga waktunya untuk kecewa, bersedih bakan untuk berduka. Berbagai jenis permasalahan yang datang harus kita hadapi, jangan untuk dihindari, serta mengapa kita berlarut-larut dalam trauma kesedihan. Bukankah lebih baik untuk bahagia? Bagaimana self healing yang tepat untuk menyembuhkan luka?

Setiap orang pasti pernah diterpa oleh permasalahan, meski tingkat permasalahan setiap orang berbeda-beda. Ada yang biasa-biasa saja, ada juga yang lumayan rumit. Berbagai permasalahan yang ada adalah sebuah bentuk proses dinamika kehidupan. Memang benar kalau masalah tak kenal waktu, terkadang saat kita baru saja merasakan kebahagiaan harus terhapus oleh luka yang datang secara tiba-tiba.

Kesulitan Adalah Langkah Awal Kemudahan

Namun, bukan berarti ketika kita mengalami suatu permasalahan kita harus berlarut-larut dalam kesedihan, atau bahkan kita harus membenci diri sendiri. Padahal kesulitan juga datangnya dari Allah SWT untuk menjadi proses pendewasaan bagi kita. Bahkan, Allah SWT sendiri memberikan janji terhadap orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan. Keadaan yang rumit sedemikian rupa itu menjadi langkah awal kita dalam menuju kemudahan dan kebahagian. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyiroh Ayat 5, فَاِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا (Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan), yang kemudian oleh Allah SWT juga dipertegas lagi pada ayat selanjutnya اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا (sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan).

Beragam faktor yang menjadi permasalahan masing-masing orang, ada yang masalah pertemanan, lingkungan atau juga masalah percintaan karena ditolak seseorang yang menjadi pujaanya dan masih banyak lagi permasalahan yang lain. Terkadang harapan yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, hal ini menjadi salah satu faktor terciptanya luka hati atau sakit hati.

Lebih baik sakit gigi

daripada sakit hati ini…

Meggy Z – Sakit Gigi


Katanya, lebih baik sakit gigi, dari pada sakit hati, saya setuju dengan istilah demikian karena nyatanya luka hati yang timbul lebih susah untuk diobati. Bahkan, luka hati yang dibiarkan dalam merusak kondisi jiwa dengan memperparahnya emosi-emosi yang ada pada dalam dirinya. Sehingga tak jarang, akibat luka hati yang dibiarkan menjadi alalasan timbulnya kemalasan sosial, social loafing yang hal itu jelas merugikan diri sendiri dan orang-orang disekitarnya. Atau lebih parahnya lagi, dapat menimbulkan pemikiran dan perasaan yang membenci diri sendiri, hal ini disebut self-loathing. Hal ini memberikan dampak buruk bagi kita, apapun yang kita lakukan pasti salah, hidup tidak ada gunanya dan merasa bahwa kita tak pantas untuk mendapatkan hal-hal baik dalam hidup, seperti teman, pekerjaan maupun pasangan yang baik.

Permasalahan selalu muncul dalam kehidupan seseorang tanpa memandang usia, jenis kelamin dan sebagainya. Apalagi di masa Pandemi Covid-19 ini yang bahkan sudah diberlakukanya PPKM Darurat ini menjadi permasalahan yang harus dihadapi oleh semua orang. Sehingga proses penyembuhan hati “self-healing” ini perlu dilakukan. Menariknya, tidak semua orang memiliki proses penyembuhan yang sama, ada yang dengan mudah untuk melewatinya, maupun ada juga yang terpenjara oleh permasalahan yang dihadapinya.

Pentingnya Self Healing

Self-healing atau sebuah proses penyembuhan luka hati atau mental akibat adanya permasalahan dalam kehidupan. Luka hati yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, mulai dari kesedihan yang tak berujung, merasa trauma terhadap sesuatu, hingga mengantarkan terjadinya depresi.

Menurut Psychology Today, self-healing menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka proses penyembuhan hati dan bangkit dari trauma. Oleh karenanya, self-healing penting dilakukan oleh semua orang untuk mengobati luka batinnya.

Proses penyembuhan self-healing ini berbeda pada setiap masing-masing individu. Ada yang mudah dalam mengobati hatinya, ada juga yang sebaliknya. Salah satu bentuk self healing yang dianjurkan dan diserukan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 28:


الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ
Yang artinya : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Seperti halnya pepatah lain ladang lain belalang, maka ada juga istirahat lain orang lain juga permasalahan. Sehingga proses untuk self healing setiap orang berbeda-beda, yang menjadikan bahwa harus menemukan formula atau cara yang tepat untuk menyembuhkan luka hati. Salah satu bentuk proses self-healing yang dapat diterapkan yaitu mencontoh kehidupan para santri, khususnya untuk santri-santri yang mukim di Pondok Pesantren.

Self Healing ala Santri - 'Leonardo Da Santri' ilustrasi by Mudhofar
Self Healing ala Santri – ‘Leonardo Da Santri’ ilustrated by Mudhofar

Self-Healing atau Penyembuhan Hati Ala Santri

Siapa sih yang kenal dengan yang namanya santri?
Pelajar, Pemuda-pemudi yang identik dengan Pondok Pesantren ini adalah salah satu tonggak masa depan bangsa ini. Santri yang didik untuk menjadi ibadilahi ash-sholihin (hamba-hamba yang shalih) ini diharapkan memiliki iman yang kuat. Santri juga selain dituntut untuk patuh terhadap agama juga diajarkan untuk hubbul wathon (cinta negara) serta menghormati guru serta kedua orang tuanya.

Kehidupan yang full 24 jam perharinya digunakan di pondok adalah ibadah. Hal ini terbukti membantu dalam menghadapi hari esok yang lebih baik. Kehidupan santri tak pernah lepas dari berbagai bentuk ibadah, mulai dari sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, mengaji hingga berpuasa. Namun, dari berbagai macam kegiatan yang pada di pondok itu tidak menjadi masalah bagi santri, bahkan santri selalu riang gembira dalam menyambut kegiatan Pondok Pesantren tersebut. Sehingga, salah satu alasan untuk proses penyembuhan hati atau self-healing kita belajar dari santri dan mengambil hikmah dari kehidupan yang dialaminya.

Terdapat berbagai macam proses penyembuhan hati atau self-healing yang dapat dicontoh dari kehidupan para santri, antara lain:
1. Budaya Ikhlas atau Nrimo Ing Pandum
Ikhlas adalah sikap menerima dengan lapang dada atau menerima kehidupan dengan apa adanya tanpa mengharapkan segala sesuatu dari orang lain. Dalam istilah Jawa, hal ini biasa disebut dengan istilah Nrimo Ing Pandum. Budaya ini dapat membantu kita untuk memberikan energy positif terhadap hati sehingga dapat membantu untuk proses penyembuhan hati. Ikhlas bukanlah sebuah bakat, namun hal ini perlu dilatih sehingga kita terbiasa dalam menjalankannya. Salah satu bentuk ikhlas kita dalam kehidupan, yakni:

  • Mudah memaafkan dan tidak mudah membenci
  • Mengontrol amarah, sehingga tidak mudah emosi
  • Tidak berpikir berlebihan, atau dalam istilah millenialnya insecure
  • Tidak membanding-bandingkan dengan orang lain

2. Budaya Silaturahmi dan Solidaritas yang Kuat
Kehidupan santri yang jauh dari kedua mengharuskan untuk bisa survive dan bertahan dalam menjalani kehidupannya. Namun, kehidupan santri selalu bersama teman-temannya, hal ini menjadikan ikatan diantaranya menjadi sangat kuat. Sehingga, hal ini membantu dalam proses self-healing karena mereka tidak akan mengalami kesepian dan bisa saling menguatkan satu sama lainya. Dengan begitu, waktu tidak terbuang dengan sia-sia karena ketika bertemu dengan orang lain akan memberi pengaruh positif dan pikiran menjadi terbuka.

3. Bermeditasi atau Tirakat
Salah satu cara untuk menghilangkan pikiran negative yaitu dengan bermeditasi. Dimana salah satu keunggulan dalam kehidupan santri adalah bermeditasi, atau dalam istilah alinya dikenal dengan sebutan tirakat. Tirakat merupakan salah satu bentuk taqarrab ilallah (pendekatan diri kepada Allah SWT). Bentuk jauh dari orang tua, padatnya kegiatan hingga susahnya belajar merupakan salah satu bentuk tirakat yang dilakukan oleh santri. Sehingga, tidak ada waktu kosong dalam kehidupan santri karena dengan menjadikan kekosongan waktu untuk melakukan segala aktivitas bisa membantu mengembangkan diri dan menjauhkan dari pikiran negative.

Akan tetapi, semuanya kembali pada niat dan kesungguhan masing-masing individu serta harus berdamai dengan diri sendiri. Karena bagaimana pun, teman paling setia, yang paling mengerti dan tidak akan pernah meninggalkan kita adalah diri sendiri.

Wallahu A’lam Bishawab

Penulis: Muhammad Davan Fernanda - Seorang mahasiswa science yang memiliki minat di dunia kepenulisan
Follow IG-nya Mas Davan @davan.fernanda

Tinggalkan Komentar